4
You Make Me Crazier
(Klik
disini untuk part sebelumnya)
Malam
ini menjadi malam yang terburuk yang pernah ada. David tak pernah semarah itu
pada adiknya. Dengan kasar ia menarik Rika untuk pulang. Rere juga tak bisa
diam saja. Dia menghentikan David. Berlari mengejar lalu berdiri dihadapan David.
Rere terlihat kesal. Rika takut terjadi sesuatu pada kedua cowok itu.
"Mau
apa lo, hah? Lo ma..."
Tercekat.
Tenggorokan David serasa tercekat. Dadanya sesak seketika. David tak pernah
memperkirakan hal ini. Peristiwa tak terduga. Inilah letak kesalahannya. Mata
penuh amarah itu berubah seakan ada rasa tak percaya dengan keberadaan orang
yang ada dihadapannya. Rika tak tahu apa yang membuat David membisu memandang
Rere dengan wajah yang tak bisa dijelaskan.
Rere
pun begitu. Dia diam. Keduanya hanya saling menatap. Dingin. Benar-benar
dingin. Rika semakin tak mengerti. Sampai akhirnya David menarik Rika sekali
lagi. Mereka akhirnya pulang. Dan Rere sama sekali tak mengejarnya.
David
mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Rika hanya tak ingin apa yang ia
takutkan akan terjadi. Dan harapannya tak terkabul. Begitu sampai rumah, ia
dimarahi habis-habisan.
"Lo
kenal dia darimana?"
"Dari..,"
sambil terisak ia menjawab. Rika tidak pernah dibentak seperti itu, "Ketemu
di jalan."
"Udah
berapa kali gue bilang. JANGAN SEMBARANGAN KENALAN SAMA ORANG ASING!"
Rika
kontan menangis lebih-lebih dari sebelumnya. David diam. Ini pertama kalinya
dia seperti ini pada Rika. Juga pertama kali baginya melihat Rika menangis
karenanya. Merasa bersalah, David pun memeluknya.
"Maaf.
Gue cuma khawatir lo nggak pulang-pulang. Dan..." David melepaskan
pelukannya. "Gue semakin marah karena lo lagi berdua sama cowok. Ya. Gue
marah banget. Apalagi setelah gue tahu siapa dia. Gue bener-bener marah. Ah...
Entahlah. Gue nggak tahu..."
"Ma..
af.. Kak." ucap Rika sambil terisak-isak, memotong penjelasan David. Ia
tak ingin dengar lebih banyak. Berlama-lama seperti ini membuatnya ketakutan.
"Gue
mau tanya." David lalu duduk di sebelah adiknya. Dengan tatapan datar ia
membuka suara lagi. "Gue mau lo jawab pertanyaan gue dengan jujur."
"I...
Iya."
"Lo
suka dia?"
Rika
mengangguk pelan. "Iya." Rika sudah siap kalau-kalau David akan
memarahinya lagi.
David
mengusap-usap rambut Rika dengan lembut. "Jangan jatuh cinta sama
dia."
"Kena...pa?"
David
menatap lurus adiknya. "Jangan. Gue mohon."
Kenapa,
Kak? Dia nggak jahat." Rika terus membela Rere.
"Pokoknya
nggak boleh!"
"Kak..."
"Gue
tau lo sedih. Tapi gue bakal lebih sedih."
"A...
ku nggak ngerti, Kak." Rere kembali menangis.
"Gue
nggak bisa ngasih tahu sekarang. Tapi cepat atau lambat, lo bakalan tahu
sendiri semua kebenaran."
Setelah
itu David meninggalkan Rika sendirian di ruang tamu. Dengan cepat ia
melangkahkan kakinya. Tinggal Rika yang semakin merasa tak berdaya. Tak mengerti
apa-apa membuatnya seperti orang yang tak berguna.
***
Waktu
sudah lewat dari tengah malam. Tapi Rika masih belum bisa tidur. Dia memang
masih sedih karena dilarang menyukai Rere lagi. Tapi kini perhatiannya terbagi
dengan apa yang dikatakan David.
Kebenaran
apa yang dimaksud David? Apa hubungan David dengan Rere? Kenapa David
mengatakan kalau ia lebih sedih daripada Rika? Siapa sebenarnya Rere?
Pertanyaan
demi pertanyaan muncul dipikirannya. Membuat hatinya semakin tak tenang,
membuat kepalanya semakin pusing. Ditambah lagi, Rika tak bisa menanyakan
apa-apa pada Rere saat ini. Karena begitu dihubungi, nomornya sudah tidak
aktif. Kalau sudah begini mereka pasti akan sulit untuk bertemu lagi.
Dan
benar saja. Keesokannya, dua hari kemudian, seminggu berikutnya... Sampai pada
tiga bulan selanjutnya pun Rere tak pernah terlihat di perumahan tempat sahabat
Rika tinggal.
"Udah,
Ri. Jangan nangis lagi. Lagian kalo lo ketemu dia, terus tiba-tiba nongol David
lagi gimana?"
"Tapi
gue mau ketemu Rere, Cha. Banyak yang mau gue tanyain. Gue juga kangen."
Ocha
mendengus. Dia melipat kedua tangannya. "Kita udah seharian, nih, di sini.
Percaya deh sama gue. Dia nggak akan ke sini."
Ya.
Inilah pekerjaan dua cewek ini selama dua minggu terakhir. Hampir setiap hari Rika
dan Ocha duduk diam di taman berjam-jam menunggu Rere. Kadang mereka bisa
menunggu sampai malam sepulang sekolah.
Lalu
David sepertinya sudah melupakan kejadian malam itu. Meski Rika yakin kalau
David hanya pura-pura lupa.
"Ri.
Udah yuk pulang. Gue gatel-gatel, nih. Pengen mandi."
"Yaudah
lo pulang aja. Kan gue nggak pernah minta temenin."
"Stupid!
Gue mana bisa tenang kalo lu masih berkeliaran di sini."
"Biasanya
juga gitu, kan?"
"Sekarang
udah beda."
"Kenapa?"
"Kalo
David nyariin lo dan lo lagi sama gue kan dia nggak akan marah. Kalo lo lagi
sendirian atau lagi berduaan sama Rere, gue yakin lo bakalan dicincang sama
David."
Ucapan
Ocha memang ada benarnya. Ocha juga bisa menjadi orang yang bisa diandalkan di
segala kondisi. "Lo emang temen gue yang paling baik, Cha."
"Oh
iya. Lo nggak pernah nanya-nanya lagi soal Rere ke David?"
"Nggak.
Gue takut kakak gue marah lagi."
"Nih,
ya. Dari cerita lo, yang gue tangkep sih, ada yang David sembunyiin. Dia tahu
sesuatu. Sesuatu yang menurut gue ada hubungannya sama dia juga."
"Maksudnya?"
"Ih,
lo nggak peka banget, ya. Jadi tuh si Rere ini pasti ada hubungan sama David.
Mungkin seperti musuh atau rival. Dan karena waktu itu gelap, tapi David tetep
ngenalin Rere dengan jelas, itu artinya Rere sangat sangat sangat nggak asing
buat David."
"Bener
juga. Terus gue harus gimana?"
"Ya
udah. Gimana lagi. Jalan satu-satunya lo harus nanyain ini ke David."
"David
nggak bisa ditanyain."
"Coba
lagi."
***
Suasana
makan malam tenang seperti biasa. Franz yang baru pulang bekerja terlihat
sangat lelah sehingga David yang memasak dan merapikan meja makan. Dan David
juga yang membersihkan meja makan beserta semua alat makan yang dipakai makan
malam ini.
Pada
hari-hari biasanya, bagian mencuci piring adalah tugas Rika. Hanya saja saat
ini David menolak permintaan Rika untuk mengerjakan tugas itu. Malam ini David
terlihat agak aneh. Dan membuat Franz bertanya-tanya pada Rika.
"David
lagi patah hati?" tanya Franz pada Rika yang baru saja menaiki tangga
pertama untuk menuju kamarnya di lantai dua.
"Hah?
Nggak tahu, Pa."
"Kemaren
kayaknya itu anak nggak apa-apa."
"Kira-kira
dia kenapa, Pa?"
"David
jarang ngambek. Kalo dia diem aja begitu, berarti dia lagi patah hati."
"Emang
Papa pernah liat dia patah hati?"
"Haha.
Lumayan sering. Udah sana kamu masuk kamar."
***
Lagi-lagi
Rika merasa kebingungan. Apa yang menyebabkan David sering patah hati? Dilihat
darimana pun, David itu perfeksionis. Ganteng, kaya, pintar, berprestasi,
non-akademiknya juga baik. Tapi kenapa masih aja...
Rika
memang belum begitu mengenal David. Rika jadi memukul kepalanya sendiri. Ia
baru sadar kalau selama tiga tahun ini David jarang bercerita tentang dirinya
sendiri. Rika lah yang selalu menceritakan tentangnya pada David.
Yang
David sering ceritakan hanyalah tentang anime dan komik Jepang saja. David
adalah Otaku. Alasannya sama sekali tak berhubungan dengan ibu kandungnya yang
berkebangsaan Jepang. Dia menggilai itu semua karena terpengaruh dari teman
mainnya saat masih kecil di Paris.
Untuk
urusan percintaan, Rika hanya tahu tentang cinta pertama David yang menolak
cowok itu saat SMP. Yang lainnya, David tak menceritakan apa-apa lagi.
Keesokan
harinya Rika tidak pergi ke taman rumah Ocha. Bukan menyerah. Rika hanya absen
untuk tidak ke sana karena Ocha ngotot ingin ke pantai. Katanya Ocha ingin
liburan selama dua hari. Mereka tidak berdua. Ocha mengajak dua temannya yang
lain ke Anyer.
Rika
sendiri mengiyakan permintaan Ocha karena ia pun berpikir liburan singkat ini
bisa menjernihkan pikirannya sejenak. Bahkan Papa dan David pun memberikan izin
pada Rika. Dan lebih menyenangkannya lagi, mereka dapat potongan harga karena
teman Franz bekerja di sana.
Rika
berharap dengan harapan sekecil-kecilnya, ia bisa bertemu dengan Rere di sini. Meskipun
rasanya tak mungkin. Tapi yang namanya kebetulan, manusia tak ada yang tahu.
"Ri,
lo ngapain sendirian di luar? Ngeliatin layar hp aja dari tadi. Ocha udah
nyiapin makanan tuh."
Rika
menoleh ke sumber suara. Cewek manis bergigi kelinci itu berdiri di sampingnya.
Namanya adalah Kimberly. Meskipun sudah SMA, tapi Kim memiliki tubuh yang
mungil. Wajahnya juga masih imut. Karena itu juga, dia sering diperlakukan
seperti anak kecil oleh teman-teman di sekolahnya.
"Eh.
Iya. Ini gue mau masuk."
Ocha
dan salah seorang teman Rika yang bernama Rachel sedang mengisi piring-piring
mereka dengan hidangan makan malam. Rachel sendiri yang memasak. Ya. Rachel
memang memiliki keahlian memasak.
Walaupun
orangtua Rachel pejabat dan mempunyai harta melimpah, dia tak pernah
menyombongkan diri. Sederhana dan apa adanya. Hal itu juga yang membuat Rika
menyukainya. Terlebih lagi Rachel memiliki sifat keibuan.
"Racheeel.
Gue ayamnya tiga, ya?" tanya Kim yang baru saja menghabiskan sepiring
nasi.
"Gila
lu, Kim. Badan kecil. Tapi makan kayak sapi." cela Ocha yang pada akhirnya
membuat Kim jadi cemberut. Dan membuat dua temannya yang lain tertawa geli.
Rachel
langsung meletakkan dua ayam lagi di piring Kim. Sambil tertawa dia berkata,
"Nih, Chibi Chan."
"Ah...
jangan panggil Chibi Chan lagi!" Kim memang bukan orang Jepang tapi mata
sipit dan kulitnya seputih lobak plus tubuhnya yang mungil, membuat ketiga
teman baiknya memanggil Kim dengan sebutan itu.
Ocha
dengan gemas mencubit pipi Kim. Dan Kim membalas Ocha dengan jambakan rambut.
Hal itu membuat Ocha berteriak kesakitan.
Meskipun
dua orang tak sadar, tapi Rachel mengetahui sesuatu. Ada yang salah dengan
Rika. Saat Ocha mandi dan Kim tertidur pulas, Rachel lalu menanyakan yang
terjadi pada teman baiknya.
Itulah
pertama kalinya Rika mencurahkan isi hatinya pada Rachel tentang orang yang
selama ini ia pikirkan. Rika menceritakan bagaimana awal pertemuannya, harapan
bertemu dikemudian hari, dan kejadian selanjutnya. Ia juga menceritakan tentang
David yang tiba-tiba muncul lalu menghancurkan mimpi-mimpinya.
"Kakak
lo pasti sayang banget ya sama lo." ucap Rachel sambil tersenyum menatap
Rika.
"Iya.
Gue tau." Rika terdiam sebentar, "Tapi... gue tetep ngerasa gue harus
tau apa yang sebenernya terjadi. Nyesek kan kalo dilarang-larang suka sama
orang yang kita suka."
"Setelah
denger tentang kakak lo, gue yakin. David nggak akan pernah cerita apapun.
Pasti."
"Biar.
Gue tetep bakalan nyari tau tentang Rere gimana pun caranya." Berusaha
mencari tahu dari Rere adalah jalan satu-satunya. Setelah pulang dari sini, ia
bertekad akan lebih serius mencari pangeran tercintanya itu.
Saat
tiga temannya sudah tertidur, Rika mematikan lampu kamar penginapan itu. Lalu
dia mendekati kursi rotan yang ada di pojok ruangan. Dia duduk menyendiri
sambil memandangi gelapnya halaman yang ada di depan kamar itu.
Meskipun
sebenarnya terlihat berlebihan, tapi bagaimanapun juga Rere adalah cinta
pertamanya. Rika yakin kalau tak ada yang salah dengan perasaannya. Kalau David
tak mau bicara, dia akan mencari tahu sendiri.
(Klik
disini untuk part berikutnya)