Minggu, 03 Februari 2013

Could I Call It Love? #5



5
Thinking of You




(Klik disini untuk part sebelumnya)



"Jadi, kita harus sarapan dulu atau main di pantai dulu?" tanya Kim yang baru saja bangun. Sambil mengucek-ngucek matanya dan menguap lebar, ia mendekati Rachel yang sedang memasak nasi di rice cooker mini miliknya.

Ocha mendengus. "Lo mending cuci muka dulu sana, anak kecil yang manis..." Lalu Ocha melemparkan handuk kecil ke arah Kim. Tapi Kim tak berhasil menangkapnya dan membuat handuk lembut itu mendarat mulus di wajahnya.

"Huuuuh! Gue bukan anak kecil!"

"Emang lo kecil! Wleeee..." Ocha menjulurkan lidahnya.

"Lo juga kecil, Cha."

"Tapi kan lo sama gue tinggian gue. Jauh!"

"Apaan jauh. Paling cuma beda 10cm."

Disamping mendengarkan kedua cewek imut itu saling bertengkar, Rachel dan Rika tetap sibuk dengan persiapan sarapan pagi mereka, sambil sesekali menertawakan keduanya. Sebenarnya Ocha dan Kim itu sangat cocok. Mereka juga sama-sama lucu. Keduanya berkulit putih, memiliki mata sipit, dan yang paling terlihat jelas adalah mereka sama-sama cerewet dalam segala hal.

"Rachel memang hebat! Juara kelas, idola cowok-cowok, jago masak pula! Aaaaah... Kenyangnya..."

"Dasar Ocha jorok. Belom cuci muka udah makan!" celetuk Kim.

Lagi-lagi kedua anak itu bertengkar. Rachel hanya tertawa di tengah-tengah Ocha dan Kim. Berbeda dengan Rika yang hanya memperhatikan dari kursi rotan yang ada di dekat jendela. Senyumnya tipis.

"Mikirin dia, ya?" tanya Rachel pada Rika yang mendadak duduk di sampingnya. Tatapannya mengikuti arah pandang Rika yang menuju ke laut.

Rika mengangguk. "Iya."

"Nomor handphonenya masih belom aktif?"

"Belom..." Rika menunduk sedih. "Jangan-jangan dia ganti nomor, ya?"

"Semoga aja nggak, deh." Lalu Rachel berdiri dan menggandeng tangan Rika. "Ke pantai yuk. Nyusul Ocha sama Kim"

"Yuk."

Setengah berlari, Rachel menyusul Ocha dan Kim yang sudah lebih dulu sampai di pantai. Ketika hampir sampai di tempat Ocha dan Kim berada, Rachel dan Rika kebingungan. Beberapa menit, Rachel sempat memperhatikan Ocha dan Kim dari jarak yang lumayan jauh. Kedua cewek Chinese itu duduk diam di pasir pantai. Tapi hanya benar-benar duduk saja sambil menatap kedepannya.

"Kalian ngapain?" tanya Rachel saat sudah di dekat Kim.

"Hai!" sapa Kim dengan ceria. Kepalanya mendongak melihat dua temannya yang baru datang.

"Kalian kenapa bengong? Ayo duduk di sini." ucap Ocha yang sedang duduk diam. Tak melakukan apa-apa.

Kali ini Rika ikut membuka suara setelah beberapa waktu ia mendadak jadi pendiam. "Kalian lagi berjemur?"

Ocha menggelengkan kepalanya. "Kita berdua lagi nungguin ombak." tangannya menunjuk ke depannya.

"Iya. Tapi kita berdua takut kebawa ombak. Jadi nunggu ombaknya di sini, deh." tambah Kim.

"Kita? Lo tuh yang maksa-maksa duduk di sini. Ombaknya nggak nyampe-nyampe ke sini."

"Ih! Tadi sampe kan!"

"Iya. Tapi dikit doang!"

"Coba lo sana majuan sedikit. Paling lo juga takut."

"Coba lo dulu gih yang maju." ucap Ocha tak mau kalah.

"Lah. Gue sih ketauan kalo nggak berani. Lo kan katanya berani. Sana sana.."

Ocha dan Kim yang ribut lagi-lagi membuat Rika dan Rachel tertawa. Meskipun perhatian Rika sedikit tertuju pada kedua cewek itu, pikirannya masih saja ada bayang-bayang Rere.

Rika sering melihat sinetron-sinetron di televisi yang kalau seorang cewek bisa saja bertemu cowok yang disukainya di saat tak terduga. Rika jadi berpikir kalau kemungkinan itu bisa saja terjadi di kehidupan nyata. Setidaknya ia berharap demikian.

Sayangnya harapan Rika tak menjadi kenyataan. Hingga sore hari saat mereka berempat bersiap-siap untuk pulang, Rika sama sekali tak melihat tanda-tanda keberadaan Rere. Justru orang yang tak disangka-sangkalah yang terlihat berjalan di depan mereka.

"Ri, itu kan Carla!" Meskipun suara Ocha keras, tapi kalau dari jarak sejauh ini, orang yang diomongin tak akan mendengar.

"Mana-mana?" yang diberitahu Rika, yang heboh malah Kim. Matanya sibuk mencari-cari Carla di tengah kerumunan banyak orang. "Duh, mana, sih?"

"Tuh. Yang pakai tanktop Pink dan pakai topi coklat." ucap Rachel. "Cowok yang ada disebelahnya itu kayaknya... nggak asing, ya?"

"Itu bukannya Kak Andreas? Anak OSIS yang ketua ekskul photographer!?" cetus Kim.

"Huh. Sok cantik dia! Ngapain mereka ke sini?" tanya Ocha pada tiga temannya.

"Ya... Main kali. Tapi... berdua aja? Mereka nginep?" jawab Kim sambil menoleh ke arah Ocha.

"Kenapa jadi nanya ke gue? Gue nggak tau." ucap Ocha yang lalu mencolek tangan Rika yang cuma menatap datar Carla, "Lo kenapa lagi ngeliatinnya ampe begitu banget? Jangan-jangan lo suka juga ya sama Kak Andreas?"

"Hih! Bukan! Gue cuma ngerasa ada yang aneh. Liat deh badannya Carla. Jarang masuk sekolah, kayaknya dia makin gemuk." Rika menunjuk ke arah Carla.

"Oh God. She's pregnant??!" celetuk Rachel tiba-tiba sambil menyipitkan matanya.

"Hah?" Kim dan Ocha yang kaget langsung meminta penjelasan pada Rachel.

"Kakak sulung gue udah punya anak. Sebelum menikah badannya kurus, pas hamil, badannya agak mekar. Perubahan ukuran badannya itu keliatan banget." terang Rachel sambil melanjutkan perjalanan menuju mobil. "Tapi ini cuma perkiraan gue, sih. Sebaiknya kita jangan urusin dia."

"Tapi... Kalo itu bener, nasibnya dia gimana?" tanya Rika.
Ocha dan Kim melotot kesal dengan mata sipit mereka bersamaan saat melihat wajah sedih yang terpancar dari tatapan Rika.

"Kenapa lo harus sedih? Malah bagus kan. Dia bakal dikeluarin dari sekolah." bentak Ocha.

"Betul! Gue bakalan bikin pesta kecil-kecilan kalo dia dikeluarin." tambah si kecil Kim.

"Udah. Udah. Untuk sementara, kita jangan bahas ini dulu sampe kita tau kebenarannya. Kita juga nggak usah gembar-gembor tentang pertemuan kita sama Carla. Cukup kita berempat aja yang tau." ucap Rachel dengan sifat keibuannya seperti biasa.

***

Seminggu berlalu. Saat ini sudah masuk di akhir bulan Mei. Dan Rika masih belum berhasil menghubungi Rere. Lalu soal Carla? Ocha, Kim dan Rachel benar-benar menutupi pertemuan mereka di Anyer. Di sekolah, Carla yang kalau diperhatikan dari dekat memang terlihat semakin gemuk. Tapi anak-anak di sekolah belum ada yang menyadari keganjilan itu.

"Mungkin anak-anak ngiranya Carla cuma gemukan aja kali. Kan wajar." Begitulah kata Kim dengan polosnya beberapa hari lalu.

Kemudian kembali lagi pada Rika. Ia tak begitu serius memperhatikan Carla karena pikirannya hanya tertuju pada Rere. Dia sangat merindukannya. Dia juga sudah seminggu tak datang ke taman dekat rumah Ocha.

Kadang Rika merasa dirinya itu bodoh. Pertemuan yang hanya dilakukannya dua kali, kenapa bisa membuatnya seperti kehilangan dirinya? Lalu ia berpikir ulang. Ini hanya takdir yang cukup ia jalankan. Tak ada salahnya berharap pada satu tujuan.

"Ri, minggu depan temen gue nikah. Kayaknya lo harus ikut gue." ucap David yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamar Rika yang terbuka sedikit.

Rika menutup majalah yang sedang ia baca. Lalu memutar kursinya. "Temen kakak yang mana?" Meski Rika tak hafal nama teman-teman kakaknya, Rika merasa harus tahu siapa yang kakaknya maksud itu.

David tidak langsung menjawab. Ia lalu duduk di pinggir tempat duduk Rika. Sebelum menjawab dia menghela napas panjang. "Dia temen SMP gue. Temen baik gue. Pernikahannya tertutup banget. Cuma keluarga sama sahabat-sahabat dia aja yang diundang."

"Aku pernah ketemu dia sebelumnya?"

"Dia emang nggak pernah ke rumah ini. Tapi lo sering ketemu dia tempat lain. Pasti."

"Siapa?" Rika mengingat-ingat siapa teman sekolahnya yang kenal dengan David. Tapi dia sama sekali tak tahu. Sampai akhirnya wajah kakak kelasnya muncul dalam pikirannya. Memang, dia tak tahu kalau mereka berteman. Tapi kalau pernikahan itu sampai terjadi pasti... "Andreas!?? Kak, jangan bilang kalo pacarnya lagi hamil anaknya."

"Sayangnya apa yang di kepala lo itu bener. Pacarnya itu temen sekelas lo dan dia emang hamil. Andreas sering cerita ke gue. Tentang Carla, juga tentang lo yang sering dijahatin sama Carla. Andreas sebenernya kenal lo, Ri. Tapi lo gak kenal Andreas."

"Ya ampun. Ternyata dia beneran hamil." Rika tak menyangka. Benar-benar tak menyangka. "Aku harus gimana?"

"Lo cukup rahasiain ini dari temen-temen sekolah lo."

"Tapi Ocha, Kim dan Rachel udah tau. Kita berempat ketemu Carla di Anyer."

David sudah berjalan keluar. Ia diam didepan pintu. Lalu membalikkan tubuhnya. "Bilang mereka kalo kehamilan dan pernikahan Carla-Andreas jangan sampe kesebar. Oh iya satu lagi."

"Apa kak?"

"Kalo lo mau ketemu Rere, lo harus ikut gue. Gue yakin dia ada di sana." lalu dengan segera David melangkahkan kaki-kaki panjangnya ke kamarnya.

Rika semakin tak mengerti apa yang David pikirkan. Kenapa David jadi memberitahukan itu? Dadanya sesak seakan tak bisa bernafas setiap kali dia mendengar nama cowok itu. Kalau memang benar, Rere ada di pernikahan itu, dia harus datang. Dan ia harus memaksa cowok itu menjawab semua pertanyaan yang selama ini memenuhi pikiran Rika.




(Klik disini untuk part berikutnya)