Jumat, 24 Februari 2012

Barangkali Cinta #13

Cerita Sebelumnya (Klik untuk cerita sebelumnya)



            PRAAANGG!! Toples kaca yang dipegang Gema terjatuh dan terbelah menjadi beberapa bagian, bersamaan dengan suara Lidya yang tersedak karena sedang meminum softdrink. “Uhuk uhuuuukkk…”
            “Duh kita ketahuan nguping deh!” Gema berbicara persis anak kecil yang sedang ketahuan temannya main petak umpet.
            Tapi Kak Lionel dan mantannya yang bernama Emilia itu tidak memperdulikan suara-suara berisik di ruang tengah. Lidya buru-buru mencari sapu untuk membersihkan toples yang hancur itu, sedangkan Gema masih asyik menguping. Kalimat yang terlontar dari mantan Kak Lionel membuatnya penasaran.
            “Nel, bantu aku, please.” Emilia terus memohon pada Kak Lionel.
            Kak Lionel terus menolak Emilia. “Aku harus gimana, Mil?”
            “Nikahin akuuuu…”
            Kak Lionel duduk terdiam begitu lama. Emilia dengan sabar menunggu jawaban dari mantan kekasihnya itu. Emilia terus berharap agar cowok ini mau menikahinya. “Tetep nggak mungkin, Mil!” Kak Lionel mulai terlihat stress.
            “Kenapa?” Emilia malah menangis tersedu-sedu. “Aku mohon, Lionel. Aku nggak mungkin ngebiarin anak ini lahir tanpa ayah.”
            “Tapi aku punya Chika!”
            “Apa kamu nggak kasian, Nel, sama aku?”
            Sejujurnya memang Kak Lionel kasihan. Ia juga sedih dengan keadaan yang terjadi pada Emilia. Dirinya juga terluka mengetahui gadis yang dulu sangat dicintainya kini sedang mengandung seorang anak.
            “Emilia… Jujur aku kaget. Setelah kamu lama ngilang dan nggak ada kabar lagi, sekarang kamu muncul bawa kabar nggak enak.” Kak Lionel memegangi tangan Emilia. “Tapi sekarang aku udah punya Chika. Aku nggak mau tinggalin dia.”
            Emilia menangis keras sekali. Kak Lionel tak mau mengambil resiko. Ia harus menyuruh Emilia pulang ke rumahnya. Sebelumnya, ia harus menenangi Emilia terlebih dahulu.
            “Mil, aku anter balik, yuk. Aku pasti bantu kamu. Tapi aku nggak bisa janji bakalan bisa nikahin kamu.”
            Emilia terlihat lemas. Ada baiknya kalau dia pulang dan istirahat di rumah. Emilia mengangguk pasrah. “Ya, Nel.”

***

            Gema melirik jam tangan miliknya. Sudah pukul delapan malam dan dia masih nangkring di rumah Lidya. Mereka berdua masih syok dengan kejadian tadi siang. Mantan Kak Lionel hamil? Kak Lionel bakalan jadi seorang ayah? OMG…
            “Nggak! Ogah banget kalo Kak Lionel nikah sama si cungkring itu. Secara, gitu, dia kan cewek badung. Mama aja nggak suka! Ini malah minta dinikahin sama Kak Lionel!”
            “Duh… Iya sih. Tapi cewek yang namanya Emilia itu kan hamil anaknya Kak Lionel. Kak Lionel mau nggak mau harus nikahin dia lah, Lid.”
            Lidya duduk sambil melipat tangan. Dia berpikir. “Ah, kayaknya itu bukan anaknya Kak Lionel, deh… Soalnya kan di…”
            “Assalamualaikum…” Mobil Papa Lidya tahu-tahu sudah ada di depan pagar. Mama Lidya langsung membuka pagar. “Eh, Ada Gema. Udah dikasih makan belum sama Lidya? Hehe.” Mama Lidya bisa saja meledek anaknya.
            “Waalaikumsalam, Ma.” Lidya berlari keluar menemui kedua orangtuanya untuk mencium tangan. Gema juga ikut-ikutan Lidya.
            “Wah ini toh yang namanya Gema.” Papa Lidya yang memang cepat akrab dengan siapapun, merasa senang bertemu dengan Gema. Papa Lidya hanya menerima anak laki-laki yang baik, rapi dan santun untuk memacari anak bungsunya. “Papa sama Mama masuk dulu anak-anak. Hehe.”
            “Iya, Tan, Oom.” Gema memberikan senyum kepada orangtua Lidya.
            “Gem, kayaknya kita mesti ngobrol di luar deh. Nanti Mama sama Papa bisa denger masalahnya Kak Lionel.” Ucap Lidya pada Gema sambil bisik-bisik.
            “Lid…”
            Lidya menoleh ke arah Gema. Dia mengangkat alis kanannya, tetapi Gema malah diam.”Kamu mikirin apa?”
            “Nggak, Lid.” Gema kemudian diam kembali dan berpikir. “Lid, aku balik yah. Udah malem banget”.
            “Yaaaaaahhhh.” Lidya jadi kecewa mendengarnya. Dia kan belum sempat bertanya keingintahuannya tentang Gerry.
            “Besok kan kita masih bisa ketemu lagi.” Gema mencium pipi Lidya, lalu pamit pulang. “Aku pulang dulu yah, cantik.”
            Lidya mengantar Gema sampai di depan pintu pagar rumahnya. “Hati-hati ya di jalan. Jangan ngebut-ngebut!”
            Gema menjawab dari dalam mobil dengan kaca yg terbuka, “Hehe… Itu perintah ya?”
            “Ih, udah sana pulang.”
            “Iya, sayang, ini aku pulang, kok. Dadah…” Sebelum pergi, Gema melambaikan tangannya pada Lidya. Lidya juga membalas lambaian tangan itu.
            Baru saja ia mau menutup pintu pagar, Kak Lionel tiba dengan motor miliknya. Kakak sulungnya main nyelonong saja masuk ke dalam rumah tanpa memberi salam seperti biasanya.
            “Ka…”
            Seakan tau adiknya ingin mengatakan apa, Kak Lionel buru-buru memotongnya. “Besok aja, ya, Lid. Gue capek”. Lalu dia meninggalkan adiknya yang masih terbengong-bengong sambil memegangi pintu pagar.
            “Kak Lionel pasti pusing banget hari ini.” Lidya berkata pada dirinya sendiri sambil menutup pagar rumahnya.

***



            Besoknya Lidya menjadi tidak sabar menunggu cerita dari kakaknya. Ia masih penasaran bagaimana hubungan kakaknya dengan cewek bernama Emilia itu. Oleh karenanya, sejak ia bangun pagi, Lidya terus mondar-mandir nggak jelas di depan kamar Kak Lionel.
            “Lo ngapain sih kayak cacing kepanasan gitu depan kamar Lionel?” Kak Lintang ternyata menyadari ada yang aneh pada adiknya.
            “Udah, sih, kalo lagi nonton, nonton aja. Nggak usah ngurusin orang!” Lidya langsung duduk di sofa tempat Kak Lintang bersantai.
            “Siapa yang ngurusin lo?” Kak Lintang menjulingkan matanya yang usil itu.
            “Kak Lintang masih pagi udah bikin kesel aja, sih!”
            “Ngomong-ngomong lo mandi jam berapa tadi?” Kak Lintang curiga. Tumben sekali adiknya sudah rapi jam 6 pagi.
            Lidya menatap jutek kakaknya. “Jam 4 lewat, sih…”
            “Serius? Hahahahaha…” Kak Lintang tertawa keras sekali. Sampai-sampai membangunkan tidur kakak mereka.
            BRAAAKK! Pintu kamar Kak Lionel terbuka dengan kasar. “Kalian berisik banget tau nggak?!”
            Lidya dan Kak Lintang terkejut melihat Kak Lionel yang baru saja keluar kamar. Kedua adik Kak Lionel ini memperhatikan dirinya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
            “Lo…abis jambak-jambakin rambut sendiri?” Tanya Kak Lintang
            “Ih Kak Lionel gembel abis!” tambah Lidya. “Persis banget orang gila lo Kak. Lo kenapa, sih?”
            Bukannya menjawab rentetan pertanyaan dari kedua adiknya, Kak Lionel malah meninggalkan mereka ke kamar mandi.
            “Ah… Sialaaaaaaaaaaannn!” rutuknya. Lidya tidak akan menyerah semudah itu. Begitu pintu kamar mandi terbuka, Kak Lionel harus buka mulut, pikirnya.
            Tepat pukul 06.30 sebuah mobil berhenti di depan rumah Lidya. Sang pemilik menepikan mobilnya, lalu turun dari mobil. Lidya yang menyadari kedatangan Gema, cepat-cepat keluar untuk menemuinya.
            “Ih kamu ngapain jam segini udah sampe di sini?” Lidya langsung nyerocos panjang lebar, “Ini kan masih pagi banget. Biasanya juga jam 7 kurang sedikit nyampenya.”
            Gema melipat tangannya. “Udahan, neng, ceramahnya?”
            Lidya malah cengengesan. “Ih… Aku nggak lagi ceramah tau.”
            “Ya udah. Lagian aku baru dateng bukannya disapa gitu biar romantis dikit.” Gema mencubit pipi pacarnya. “Kamu tuh bawel banget, deh.”
            “Hehe… Ya deh, aku ulangin ya. Selamat pagi pacarku yang tercinta. Semalem mimpi indah nggak?”
            Gema mencubit pipi Lidya lagi. Kali ini nggak cuma satu, tapi kedua pipi cewek itu.
            “Kok aku dicubit melulu, sih?!!” Protes Lidya.
            “Kamu lucu sih! Haha… Eh Kak Lionel gimana?”
            “Oh iya yah…” Lidya hampir saja lupa kalau tadi itu dia sedang menunggu Kak Lionel keluar dari kamar mandi. “Eh mending masuk dulu yuk.”

***

            “Udah lah, Lid. Besok kita coba lagi.” Ucap Gema di kantin sekolah saat jam istirahat.
            Lidya yang masih kesal, karena tidak berhasil mendapatkan informasi dari Kak Lionel, terus-terusan mengomel. “Apa sih susahnya bilang coba. Ishhhh..!”
            “Mungkin dia belom siap kali.” Kata Gema seraya memakan mie ayamnya. “Makan dulu dong mie ayamnya.”
            “Eh kalian disini…” tiba-tiba Gita muncul di belakang Lidya. “Boleh ikutan makan disini?”
            Akhirnya mereka makan siang bertiga. Sepanjang acara makan, Lidya terus berceloteh tentang kakaknys. Gita beberapa kali tertawa geli melihat ekspresi Lidya yang semangat bercerita, tapi dia tidak berkomentar apa-apa.
            “Pokoknya gue bunuh diri kalo kakak gue nikah sama nenek lampir itu!”
            “Lo serius?” tanya Gita sambil menahan tawa.
            Lidya mengerucutkan bibirnya. “Nggak sih. Hehe…”

***

           
            Lidya keheranan sendiri melihat sebuah mobil yang diparkir di depan rumahnya. Toyota Rush yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Lidya segera turun dari mobil Gema. Hari ini Gema harus cepat-cepat pulang karena orang tuanya sedang menunggunya di rumah.
            “Elo?” Lidya mendengus kesal. “Ngapain lo di rumah gue?”




Cerita Selanjutnya  (Klik untuk cerita selanjutnya)