Rabu, 23 November 2011

Barangkali Cinta #12


Cerita Sebelumnya  (Klik untuk cerita sebelumnya)

            Di tempat lain, ada gadis yang merasa bahagia juga. Lidya. Dia dan Gema sudah mulai jadian. Dan dia terus mengangkat bingkai foto Daren dan berkata dalam hati, “Ren, aku yakin. Kamu pasti rela”. Lalu dia tersenyum, dan kembali menyimpan foto Daren di atas meja belajarnya. Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Diraihnya ponsel miliknya. Karena terlalu mengantuk, ia tak sempat membalas SMS dari Gema.
            Baru saja Lidya hampir tertidur pulas, Mamanya mengetuk pintu kamarnya. Tok tok tok!!!
            “Lid? Bangun, Lid! Buka pintunya sebentar!” pinta Mama Lidya sambil mengetuk pintu kamarnya.
            “Ya, Ma. Sebentar.” Lidya dengan tergopoh-gopoh mencapai pintu kamar dan membukanya.
            Tanpa basa-basi, Mamanya langsung menerobos masuk dan bicara dengan sangat panik. “Kakakmu, Lionel, kok belum pulang, ya?” Mama Lidya terlihat begitu khawatir.
            “Ih, Mama. Baru juga jam dua belas lewat dikit. Paling dia lagi main sama temen-temennya.” Lidya hapal betul kelakuan kakak sulungnya itu.
            Mama berdecak kecil. “Ck! Kemana ya tuh anak? Biasanya kalaupun pulang malem, pasti ngasih kabar. Ini malah nggak! Bikin orangtua khawatir aja!”
            “Mending Mama tidur aja deh sekarang. Udah malem banget, Ma. Kak Lionel pasti pulang, kok.”
            “Tapi Mama kan khawatir, Lid. Kalo kamu ngantuk, tidur lagi aja.” Lalu Mama Lidya berjalan keluar kamar dan menutup pintu kamar Lidya.

***

            Keesokannya, Gema menjemput Lidya pagi-pagi sekali. Lidya yang tahu mobil Gema sudah nangkring di depan pagar, buru-buru keluar.
            “Tumben pagi banget!” Lidya keluar masih mengenakan baju tidurnya.
            “Kok? Hehehe…” Gema terkejut melihat pacar barunya yang masih mengenakan piyama dan rambut super exoticnya, persis rambut singa. “Aku pikir kamu udah rapi, sayang!”
            “Jangan ketawa deh. Yaudah aku mandi dan rapi-rapi dulu, ya. Kamu masuk dulu!” Lidya mengajak Gema masuk, lalu dia berlari ke dalam dan segera bersiap-siap.
            Saat Gema sedang menunggu Lidya mandi di teras, Mama Lidya keluar. Gema lebih terkejut lagi melihat Mama Lidya. Pucat sekali. Kelihatan jelas kalau dia kelelahan karena tidak tidur semalaman.
            “Tante, tante sakit?” tanyanya hati-hati.
            “Nggak kok, Nak Gema. Tante cuma susah tidur aja. Kakaknya Lidya dari semalam belum pulang.” Suaranya terdengar lesu.
            “Kak Lionel, Tan?” Gema juga mulai sedikit tahu sikap yang dimiliki kedua kakak Lidya. Kak Lionel dari semenjak dia duduk di bangku SD memang sudah nakal. Tapi di lain sisi, dia itu pengertian, baik, dan sama sekali tak kelihatan buruknya sama sekali. Sedangkan kalau Kak Lintang, meski usil, dia orang penyayang, terutama pada Lidya. Tapi kalau Kak Lintang sudah marah, dia bisa lebih brutal dibandingkan Kak Lintang.
            “Iya, nih. Mana nggak ngasih kabar dulu”.
            Lalu Gema dan Mama Lidya berbincang-bincang seputar kedua kakak Lidya sampai Lidya keluar. Setelah puluhan menit mandi dan bersiap-siap, akhirnya yang ditunggu keluar juga.
            “Yuk.” Lidya yang sudah rapi langsung mengajak Gema berangkat, lalu mencium tangan Mamanya. “Ma, Lidya berangkat, ya.”
            “Iya, sayang. Hati-hati, ya.” Mama Lidya mengantar mereka sampai di depan pagar rumah Lidya.

***
            Lidya makin mempercepat langkahnya melewati koridor sekolah. Dan Gema juga menyesuaikan langkah-langkah Lidya yang dinilainya terlalu buru-buru. Kelas masih sepi. Baru ada empat anak yang baru datang.
            Brakkk!! Tas miliknya dibanting begitu saja di atas kursi. Lalu dia buru-buru mengeluarkan buku paket Matematikanya beserta buku tulisnya.
            “Kamu… ngapain?” Gema bertanya sambil menatap bingung wajah Lidya.
            Sambil serius menulis, dia menjawab, “Aku belum ngerjain PR!!!”
            Gema malah geleng-geleng kepala melihat kelakuan pacarnya ini. Sambil menahan tawa dia memperhatikan Lidya mengerjakan soal. “Eh ini salah! Kamu oon banget sih!” kata Gema sambil menoyor kepala Lidya. Dia langsung menarik pulpen yang Lidya pegang. Lalu ia mencoret-coret buku tulis Lidya dengan tanda silang yang gedenya se-gajah. “Yang ini juga sa…”
            Lidya langsung merebut bukunya kembali. “Gila! Ini mah mesti ngulang dari nomor satu lagi! Kamu mah ih pake coret-coret segala!”
            “Haha… Lagian emang harusnya begitu! Aku rasa jawaban kamu itu salah semua. Ngaco dan nggak nyambung banget.” Gema menggeser tempat duduknya tepat di sebelah tempat duduk Lidya, dengan jarak hanya 2 cm. “Kamu kalo ada yang nggak ngerti, Tanya aku aja. Nanti aku ajarin”.
            Lidya berhenti menulis. “Ya, deh. Nanti ajarin aku, ya! Tapi sekarang PR aku gimana??? Jam ketiga kan dikumpulin!”
            “Siniin bukunya.” Gema mengambil kembali buku milik Lidya. “Aku yang kerjain. Nanti kalo udah selesai, aku kasih tau kamu. Baru abis itu, aku ajarin kamu.”
            “Kamu baik banget sum…” Belum selesai berbicara, Lidya melihat sahabatnya, Gita, berjalan mendekati kelas. Tapi… sama Gerry?
            Gema melirik keluar juga. Alisnya terangkat sebelah. Dalam hati dia berkata, “Mungkin dia udah mulai belajar mengenal cewek.”

***
            Siang ini Lidya mengajak Gema untuk main ke rumahnya. Tujuannya sih jelas, ingin minta tolong diajarin Matematika sama Gema. Tapi Lidya juga menyimpan banyak pertanyaan yang berhubungan dengan pacar barunya dan Gerry. Kebetulan di rumah tak ada orang.
            “Gem.”
            “Lid.”
            Mereka berbicara bersamaan. “Kamu dulu deh.” Ucap Lidya.
            “Hmmm…” Gema membuka tas selempangnya. Lalu dia mengambil kertas polos bergambar kucing yang berisi barisan kalimat. “Liat, deh.” Sambil tersenyum, dia amemberikan kertas itu pada Lidya.
           
            Tak ada kata sesingkat “I”
            Tak ada kata seindah “LOVE”
            Tak ada orang yang kurindu selain “YOU”
            Tak ada kata yang ingin aku ucapkan selain I LOVE YOU

            “Maaf ya kalo tulisan aku jelek. Hehe.”
            “Nggak apa-apa, kok.” Sambil tersenyum dia berkata lagi, “I love you too.”
            Baru beberapa menit mereka berdua mengobrol, Kak Lionel keluar dari kamarnya.
            “Kak? Tadi malem kemana, sih?” Tanya Lidya sambil mendekati Kak Lionel. Dan dia lalu terkejut begitu melihat jari-jari tangan kanannya terluka. “Tangan kakak kenapa? Berantem ya?”
            Setelah menjatuhkan tubuhnya di sebelah Gema, Kak Lionel menjawab, “Ya, gitu, deh.”
            “Tapi kok, cuma di jari-jari tangan?”
            Pertanyaan dari Lidya belum sempat terjawab oleh Kak Lionel, karena ada seseorang yang datang ke rumahnya. Kak Lionel, Lidya, dan Gema keluar rumah. Dilihatnya seorang cewek cantik turun dari mobil sedan. Lidya tidak asing lagi dengan wajah itu. Dia adalah mantan Kak Lionel. Buat apa cewek gatel itu kesini?
            “Kamu mau ngapain sih ke rumah aku?” Kak Lionel bertanya pada cewek itu.
            “Nel, kamu harus bantu aku…” cewek itu mulai menangis. Kak Lionel cepat-cepat membawa cewek itu ke dalam rumah.
            Gema mendekatkan mulutnya ke telinga Lidya, “Lid, dia siapa? Kata kamu dulu, pacarnya Kak Lionel rambutnya lurus?”
            Lidya menjawab pertanyaan Gema sambil bisik-bisik juga. “Namanya Nenek Lampir. Dia mantannya Kak Lionel.”
            Sepertinya Kak Lionel mendengar bisik-bisik antara Lidya dan Gema. “Lid kamu ke atas gih sama Gema.”
            “Aku kesana aja”. Lidya memilih untuk beranjak ke ruang tengah.
            Sambil memandangi sekelilinh ruang tengah Lidya, Gema memulai pembicaraan. “Eh ke kamar kamu, yuk. Aku mau liat.”
            “Ssst… Jangan berisik!” Lidya sedang menguping pembicaraan kakak sulungnya dengan mantan pacarnya.
            “Ih… kamu kok nguping?!” Bukannya melarang Lidya, dia malah ikutan menguping. “Ngomongin apa emang?”
            “Hehe.. Dasar!!!”
            Lidya mendengar pembicaraan kakaknya dengan seksama. Gema juga ikut serius mendengarkan dibalik dinding bercat putih itu. Tapi tentu saja sambil mencemili kuekue kering di rumah Lidya.
            “Aku hamil udah dua bulan, Nel!!”




Cerita Selanjutnya  (Klik untuk cerita selanjutnya)