Minggu, 18 Maret 2012

Love Story II: Marsu and His Song

Entah diwaktu dan dimalam yang mana aku pernah bermimpi indah. Sangat indah. Aku bertemu dengan perempuan yang sangat aku sayangi. Sebelumnya perkenalkan, namaku Marshekal Rohmat. Aku biasa dipanggil Marsu. Salah satu sahabatku yang mencetuskan nama panggilan itu, Febby. Sama seperti sahabatku yang bernama Ferry, aku juga memiliki kisah percintaan yang mengharukan.
Long distance relationship atau bisa disingkat LDR, aku jalani sejak beberapa waktu lalu, hampir sekitar setahun lamanya. Bersama perempuan bernama Anita, aku menjalani hubungan yang dimulai dengan pertemuan kami di jejaring sosial bernama friendster. Anita sebaya dengan pacar Ferry yang bernama Femi itu. Sayangnya, dia tinggal jauh. Mungkin tidak terlalu jauh karena Anita tinggal di Bogor.
Dulu saat kami baru kenalan, aku merasa dia masih polos sekali. Dia sangat care dengan segala apa yang terjadi padaku termasuk ketika aku sedang sakit TBC. Sampai akhirnya aku sembuh dari sakitku. Kami sempat putus komunikasi setelahnya. Aku terus mencoba menghubungi nomornya, tapi tak pernah aktif. Aku juga mencoba mengirim testi di friendsternya. Tapi percuma. Tak pernah dia balas.
Sampai suatu saat aku menemukan satu nomor tak kukenal meneleponku. Begitu telepon itu kuangkat, malah ditutup oleh penelepon. Aku mengirim SMS ke nomor itu. Dan ternyata itu Anita. Kami pun dekat kembali. Aku yang tak mau kehilangannya lagi, akhirnya memberanikan diriku untuk menyatakan perasaanku padanya tepat di tanggal 16 Agustus.
Aku menjalani hubungan dengannya hanya lewat dunia maya. Sampai pada saatnya dia akan menjalani UN, aku sering mendoakannya. Aku tak pernah absen mengingatkannya untuk bimbel.
Aku beranggapan kalau dia adalah jodohku. Aku bisa mengatakan demikian karena aku sering mendengarkan lagu Daniel Bedingfield yang berjudul If U're Not The One.
Suatu ketika, dia mengatakan padaku, "Kalo misalnya suatu saat kita pisah, tolong ya kita selalu dengerin lagunya Vierra, Seandainya. Itu kan lagu kita banget." Saking terharunya, akhirnya dia mengajakku menyanyi berdua di telepon.
Akhirnya sebuah malapetaka datang. Tanggal 11 januari itu, setahuku dia tak punya jadwal apapun sepulang sekolah. Waktu itu aku mengirimkan SMS padanya. Hanya sekali, tapi tak dibalas. Lalu aku mengirimkan dia SMS lagi namun tetap tak ada jawaban. Tiga kali tak ada respon, aku mulai emosi. Tapi aku masih bisa bersabar. Akhirnya begitu jam menunjukkan angka 5 sore, emosiku mencapai puncaknya.
Aku mengirim sms ke nomornya sampai 50 kali, tak ada yg balas. Begitu di pengiriman ke 53, dia membalas SMSku. Dia mengatakan bahwa dia ada pertemuan ekskul mendadak. Aku tak tahu dia jujur atau bohong. Tapi karena aku care padanya, aku tak bisa marah. Aku hanya mengatakan, "Kenapa kamu nggak bilang? Aku kan khawatir."
"Maafin aku, ya?"
Aku yang merasa aneh dengannya, bertanya satu hal, "Kenapa kamu akhir-akhir ini berubah, sih?"
Awalnya dia mengaku biasa saja. Sampai akhirnya aku mendesaknya. Dia akhirnya mengaku kalau dia sedang jatuh cinta lagi dengan mantannya. Aku benar-benar patah hati saat itu. Kami putus, terlebih saat aku belum pernah bertemu dengannya.
Satu tahun berikutnya, tepat di tanggal 11 Januari, lewat akun twitternya, dia menghubungiku. Tapi hanya sekali mencantumkan usernameku. Sisanya hanyalah tweet biasa. Tapi aku yakin itu ditujukan untukku.

Sent: Jan 11 10:39
Happy failed anniversary @Marstioon

Sent: Jan 11 15:07
Tepat 1 tahun yang lalu. Pertama kalinya mutusin cowo

Sent: Jan 11 15:09
Tepat 1 tahun yang lalu juga, gua mutusin pacar pertama gua

Sent: Jan 11, 15:09
Dan gua akui, itu kesalahan gua. Gua mutusin dia demi cowo yang sama sekali ga baik buat gua.

Sent: Jan 11 15:10
Gua buta oleh cinta pertama

Sent: Jan 11 15:10
Gua mutusin dia juga sambil guanya nangis kejer

Sent: Jan 11 15:13
Pernah ada rasa nyesel, tapi gua yakin dia lebih bahagia dengan situasi ini (y)

Sent: Jan 11 15:14
Dan terbukti dari dia yang sempet punya pacar lagi, dan emg dia bahagia kok sekarang (y)

Sent: Jan 11 15:15
1 tahun lebih sama dia. Tanpa pernah ketemu

Sent: Jan 11 15:16
Ok lah cowo yang ada disana, happy failed anniversary ya:) terbuktikan skrg? Keputusan gw staun yg lalu bkin lu bahagia smpe hr ini:)


Dia tak tahu bagaimana aku merindukannya. Dia tak tahu kalau sebenarnya aku ingin bertemu dan mengulang kisahku dengannya. Dia tak tahu kalau aku masih menunggunya.
Hingga hari itu datang. Awal Februari, entah bagaimana caranya aku bertemu dengannya secara tak sengaja di sebuah event di Jakarta Pusat. Aku bisa mengenalinya, dan dia bisa mengenaliku. Kami lalu berbincang-bincang sambil makan siang bersama.
Betapa menyenangkannya hari itu. Apalagi ternyata dia pindah ke Jakarta. Tapi aku sedikit sedih ketika mendengarnya mengatakan bahwa dia sakit dan umurnya tak akan lama lagi. Aku sedih tapi tak ingin mengubrisnya saat itu. Aku yakin Anita tak bersungguh-sungguh. Bukankah banyak perempuan yang akan berkata seperti itu hanya untuk membiarkan seorang laki-laki terenyuh hatinya?
Bulan Maret pun datang. Aku berencana memberikan kejutan padanya di kampus Anita. Aku pernah beberapa kali mengantarnya dan pernah sekali berkeliling lorong fakultasnya. Aku juga sudah kenal beberapa teman kampusnya. Aku membawakan setangkai mawar untuknya yang masih kusimpan dalam tasku. Aku percaya, dia pasti suka.
Begitu lift terbuka di lantai 3, semua orang berhamburan. Mereka menerobosku masuk ke lift sehingga aku pun tak bisa keluar. Salah seorang perempuan terbujur kaku dipelukan seorang laki-laki. Mereka semua panik. Tapi aku lebih panik karena aku sadar perempuan yang tertidur itu adalah Anita. Aku meminta laki-laki yang menggendongnya itu memberikan Anita padaku. Aku ingin aku yang menggendongnya.
Aku meninggalkan motorku di halaman kampus Anita. Aku dan beberapa orang temannya langsung menuju rumah sakit terdekat dengan mobil temannya, teman-temannya yang lain menyusul dengan motor. Aku tak tahu harus bagaimana. Aku melihat darah terus mengalir dari hidungnya. Sampai aku harus menghabiskan sekotak tissue milik teman Anita. Entah sakit apa yang di deritanya.
Aku tak tahu bagaimana caraku mengungkapkan kesedihanku saat itu. Aku hanya menatapnya di balik pintu. Dan aku juga tak bisa melihat apa yang dilakukan para dokter untuk menanganinya. Hingga dokter itu keluar. Dia mencari dimana kedua orang tua Anita. Sayangnya mereka belum datang dari Bogor. Akhirnya dia berbicara denganku, mungkin dia tahu kalau akulah satu-satunya orang yang saat ini amat sangat memerlukan sebuah pernyataan dari dokter itu.
"Maaf, kami tak bisa menyelamatkannya. Anita sepertinya tak pernah meminum obat yang seharusnya dia minum. Sehingga kanker itu semakin merusak jaringan otaknya."
Aku tak percaya mendengarnya. Aku berlari masuk ke dalam. Berharap kedatanganku bisa membuatnya membuka mata. Teman-teman Anita memberikan jalan untukku. Aku duduk di bangku yang telah disediakan. Menatapnya penuh kehampaan. Seandainya aku bisa membuat matanya terbuka. Seandainya aku juga tahu saat itu dirinya benar-benar sakit, aku tak akan membiarkan Anita tak meminum obat-obatnya.
Aku menyentuh rambutnya dengan telapak tanganku, aku menyentuh pipinya dengan jari telunjukku, aku menjatuhkan air mataku di atas wajahnya. Aku menghapus air mataku di pipiku dan yang menetes di wajahnya. Aku membuka tasku dan mengambil bunga mawar yang sudah tidak berbentuk itu. Aku meletakkannya di atas dadanya. Lalu aku menyanyikan sebuah lagu favoritnya. Aku bernyanyi dengan suaraku yang sudah seakan tak mampu lagi bersuara. Lirih, sesak dan menyakitkan.
"Seandainya kau tahu... ku tak ingin kau pergi meninggalkanku sendiri bersama bayanganmu. Seandainya kau tahu... aku kan selalu cinta. Jangan kau lupakan kenangan kita selama ini."
Selamat jalan Anita. Aku sayang padamu. Aku tak akan pernah melupakanmu. Itu janjiku yang terakhir.




-Love Story II: Marsu and His Song Selesai-

*Spesial untuk sahabatku Marsu (@Marstioon)