10
Now I Know You’re
Possessive
(Klik
disini untuk part sebelumnya)
Kejadian
tadi malam masih membekas diingatan. Rika baru tahu kalau ternyata sebenarnya
Nico adalah orang yang menyenangkan. Setelah curhat, Nico menyempatkan diri
untuk melukis wajah Rika di kertas. Entah pamer atau apa, Nico tiba-tiba
menunjukkan buku gambar ukuran A3nya pada Rika. Sebelum minta dilukis, Rika
melihat semua isinya. Selain sketsa pemandangan, disana juga terdapat banyak
goresan-goresan wanita. Kata dia tadi malam, "Itu mantan gue yang ke tujuh
sama ke sembilan. Mereka maksa dilukis. Gue sih mau-mau aja." Meski
mengaku gay, Nico sama sekali tak terlihat seperti itu.
Rika
kemudian bangun dari tempat tidurnya dan mencari-cari handphonenya yang dia
letakkan di atas meja belajar. Rika langsung histeris begitu melihat layar
handphonenya. 53 SMS dan 15 missed call dari Rere. Sejak perginya Franz, Rika
lupa mengabari pacarnya. Dengan segera dia menelepon Rere.
Lama
tak diangkat, akhirnya orang diseberang mengangkat telepon Rika. "Kamu
kemana aja?" tanyanya meski Rika belum sempat mengatakan 'Halo'. Rika
pikir Rere akan langsung memarahinya ditelepon. Nada suara Rere bahkan terlihat
biasa.
"Maaf.
Aku lupa. Aku ketiduran." jawab Rika dengan intonasi yang menggambarkan
penyesalan. "Kamu nggak marah, kan?"
"Aku
marah." Ucapnya cepat. Rere mengatakan itu dengan nada datar, rendah dan
tetap terdengar dingin. "Aku khawatir."
"Maaf."
Terdengar
suara desahan kesal dari orang di seberang. "Nanti jadi nggak?"
"Hah?"
Inilah kebodohan Rika. Sering lupa. "Kemana?"
"Duh.
Kamu tuh lupa terus, deh. Kan kamu ngajak aku main sama temen-temen kamu. Hari
ini."
Rika
menepuk jidatnya sampai bunyinya terdengar Rere. "Aku lupa. Nanti sore
kan? Jadi kok jadi. Kamu jemput aku?"
"Iya
dong. Ya udah, aku ke rumah kamu jam 3 ya. Kamu harus udah rapi."
"Oke.
Eh, kamu lagi ngapain?"
"Lagi...
mikirin kamu."
Rika
tertawa renyah. "Dasar gombal."
"Ya
udah. Kamu tidur lagi sana. Suara kamu masih kayak orang ngantuk. Daaah."
"Daaah."
Percakapan
terhenti. Seperti yang dikatakan Rere, dia memang masih ngantuk. Ngantuk
sekali. Rasanya ingin melanjutkan tidurnya sampai sore. Tapi dia lapar.
Ditambah lagi dia sedang sendirian di rumah. Bosan. Rika jadi ingin ber-SMS-an.
Tapi dengan siapa? Rere kalau balas SMS lamaaaaa sekali. Rika sampai malas. Lebih
enak kalau langsung menelepon. Soalnya Rere bilang dia tak begitu senang
mengetik SMS di handphone touch screennya.
Ketika
sedang kebingungan, tiba-tiba ada telepon dari Ocha. Kebetulan sekali. Meskipun
setelahnya, Ocha bercuap-cuap panjang lebar membuat telinga sakit. Kadang
terdengar sedih, kadang marah-marah, kadang teriak-teriakan. Ocha saat ini
sedang curhat masalah kekeringan yang melanda kakeknya di kampung halaman. Ocha
ini lucu. Lagi kesal tapi curhatannya justru bikin ketawa. Masa dengan polosnya
Ocha bilang, "Gue rasa sawah kakek gue kena santet orang sirik, Ri! Atau
mungkin sawah kakek gue kena kutukan dukun!"
"Hahaha.
Cha, namanya juga udah masuk musim panas. Kebanyakan nonton film horror
lo!"
"Gue
lagi kesel nih, Ri. Pengen ke kampung buat bantu kakek gue nyangkul. Lagi
liburan gini, Papa gue masih sibuk kerja aja. Gue kan pengen ke kampung."
"Emangnya
kerjaan di sawah cuma nyangkul?"
Ocha
berpikir lagi. Dia kan belum pernah main ke sawah kakeknya. "Gue nggak
tahu, sih."
"Yeeeh.
Lo gimana."
"Oh
iya. Nanti jadi kan?" Tanya Ocha. "Gue sedikit lagi mau ke rumah si
Chibi-Chan. Dia mau minjem DVD drama Jepang gue, tapi nggak mau usaha ke rumah
gue. Konyol itu anak. Tapi dia ngerengek-rengek ke gue. Karena gue cewek
heroik, gue aja lah yang ke rumahnya. Eh, lo dengerin gue nggak, sih?"
Dasar
Ocha. Ditanggapi saja belum sudah nyerocos kesana-sini. "Denger, Cha,
denger. Lo lagian bawel banget. Ya udah. Sampe ketemu nanti, ya, di resto gue.
Bye."
Lho?
Lho? Lho? Kok 'bye', sih?"
"Eh?"
Rika hampir saja menutup teleponnya. "Belom selesai?"
"Belooooommm!!!"
balasnya nyaring.
***
"GILAAAAAAA!
GANTENG BANGET!" Seru Kim begitu Rere sedang ke toilet. Sore ini Rika
bersama sahabat-sahabatnya jadi 'Kopi Darat' dengan Rere. Berlima. "Kalo
modelnya begitu sih gue juga mau. Sumpah!"
Ocha
melempar sumpit ke arah Kim. Tidak kena wajah. Hanya menyentuh pundaknya
sedikit. "Jangan keras-keras, sih! Banyak orang kan."
Kim
dimarahi Ocha tapi malah ketawa-ketawa. Anak kecil satu itu memang sepertinya
harus dikembalikan di bangku Sekolah Dasar lalu menyuruhnya kembali memakai
seragam putih-merah. "Ya udah, sih. Marah-marah mulu lo, Cha. Pantesan
jomblo." Ledek Kim.
"Emangnya
lo punya pacar?"
"Nggak,
sih..."
Tak
lama setelahnya, Rere kembali. Rere kemudian duduk. Dia duduk di antara sisi
kiri dan sisi kanan. Mereka berlima memilih duduk di meja yang paling pojok.
Kim dan Ocha bergantian menanyai Rere dengan ribut. Rere harus bersabar
menghadapi kedua anak itu. Mulai dari pertanyaan penting sampai yang tidak penting
sama sekali.
Setelah
kira-kira satu jam berlalu, Rika mengajak pacar dan teman-temannya untuk naik
ke lantai dua. Rika akan menunjukkan bayi-bayi mungil berkaki empat yang baru
saja dilahirkan kemarin. Sebelum memperkenalkan anak-anak anjingnya, Rika
terlebih dahulu memperkenalkan induknya pada semuanya.
"Shih
Tzu betina namanya Daisy. Yang Jantan namanya Chrysan." terang Rika.
Sebenarnya ini membuat telinga orang-orang disekeliling Rika terasa aneh. Tapi
dengan lugas Rachel menjelaskan arti kedua nama itu. Sebenarnya Daisy dan
Chrysan adalah nama bunga. Kemudian Rika berkata lagi. "Papa sengaja
ngasih nama binatang-binatang kesayangannya pake nama bunga. Soalnya Mama suka
banget sama bunga."
"Kyaaaaaaaa!
Ada kucing jugaaaa!" Kim berteriak kegirangan sambil mendekati kucing yang
bertubuh panjang nan besar itu. Padahal teman-temannya sedang terhanyut dalam
ucapan Rika yang terakhir tadi. Sedetik kemudian Rika melupakan ucapannya.
"Yang
jantan namanya Cattleya, kalo yang betina, yang warnanya lebih banyak putihnya
itu dikasih nama Lily."
"Oh,
iya. Rika." Rere memanggilnya seraya mengacungkan handphone milik Rika.
"Kamu
foto ini darimana?"
Rika
tak ingat sejak kapan Rere memegang handphone putihnya. Dan untuk apa dia
melihat-lihat handphonenya? Baru sekali ini Rere iseng begitu. "Itu tadi
malem kan Nico ke rumah. Dia curhat. Terus aku minta di..."
Rika
tak sempat melanjutkan kata-katanya karena Rere sudah lebih dulu membanting
handphone miliknya. Handphone Rika hancur tak tersisa. Baterai terpental, chasing
terbagi menjadi beberapa bagian, layarnya jangan ditanyakan lagi. Benar-benar
telah menjadi barang rongsokkan. Tapi yang lebih mengerikannya lagi, suasana
yang tadinya menyenangkan berubah menjadi dingin. Dan semakin dingin ketika
Rere berbicara dengan suara yang tinggi.
"Kamu
bilang kamu tadi malem ketiduran! Ternyata kamu ketemu sama Nico! Sampe lupa
ngehubungin aku. Kenapa kamu bohong? Hah!"
Tatapan
dan bentakkan Rere lebih menyeramkan daripada saat David memarahinya dulu.
Jangankan Rika. Ocha, Kim dan Rachel yang tidak dibentak ikutan gemetaran.
Biasanya Kim hanya melihat yang seperti ini drama-drama kesayangannya, kini dia
melihat langsung peristiwa yang membuatnya ketakutan sendiri.
"Aku
nggak bohong. Aku... lupa ngasih tahu." Iya. Rika jujur. Dia memang lupa.
Tapi Rere tak percaya.
"Lupa?
Apa-apa selalu lupa! Ri, denger ya. Nico emang sahabat aku. Tapi aku nggak mau
kamu deket sama dia! Aku mau pulang."
Rere
dengan langkah-langkah panjangnya berjalan menuruni tangga. Rika menahan
kepergian Rere sambil menangis. Dia meminta maaf tapi Rere tetap pergi.
Jangankan berkata apa-apa lagi, dia pergi tanpa menoleh sekalipun ke belakang.
Kejadian itu menimbulkan kepanikan para pelayan juga para pengunjung yang sedang
menikmati makan malamnya.
Malam
itu Rika tak inginpulang ke rumah. Akhirnya dia menginap di rumah Rachel.
Sedangkan Ocha dan Kim pulang ke rumahnya masing-masing. Sebelum beranjak, Rika
meminta para pelayan untuk merahasiakan kejadian hari ini dari Franz. Kalau
Franz sampai tahu, dia tak akan berdiam diri.
Sesampainya
di rumah Rachel, Rika menangis terus-terusan. Rachel sampai harus membawa kotak
tissue ruang tamu ke kamarnya. Orang yang sedang sedih begini, sebaiknya
dibiarkan begitu saja dulu. Jadi saat ini Rachel hanya memperhatikan dan
mendengarkan ucapan juga keluhan Rika.
Begitu
malam semakin larut, Rachel mematikan lampu kamarnya. Dan dia mengucapkan
selamat tidur pada sahabatnya. Sebelum terlelap, Rika bertanya pada Rachel.
"Ra, gue mesti gimana?"
Dalam
gelap Rachel menatap langit-langit kamarnya. Lalu berkata, "Nggak harus
gimana-gimana. Menurut gue, yang kayak tadi itu harusnya nggak sampe segitunya.
Cuma..."
"Kenapa?"
"Gue
suka baca di web. Kebanyakan orang berkepribadian seperti Rere adalah orang
yang sedikit bicara dan sangat posesif."
"Beneran?"
"Serius.
Rere kayak gitu, kan?"
Ucapan
Rachel ada benarnya. Selama ini, Rika dan Rere memang jarang berkomunikasi.
Tapi karena mereka memiliki perasaan seorang cewek, keduanya sama-sama saling
memahami, sama-sama merasakan perhatian meskipun tak benar-benar berbicara.
"Gue
tidur dulu, Ra."
"Iya.
Inget, nih, kata-kata gue. Pokoknya kalo Rere marah kayak tadi lagi, lo jangan
marah balik. Diemin aja. Besoknya juga Rere baikin lo lagi. Oke?"
"Hmmm..."
gumam Rika sambil menyembunyikan wajahnya dibawah selimut hangat Rachel.
(Klik
disini untuk part berikutnya)