6
Speechless
(Klik
disini untuk part sebelumnya)
"Ri,
kok lo baru bilang sih punya resto sendiri?" tanya Ocha yang sedang makan
dengan lahapnya.
Hari
ini Rika mengajak Ocha, Kim dan Rachel makan siang di restauran miliknya.
Pagi-pagi sebelum bel masuk berbunyi, Kim ngotot meminta ditemani makan siang
ke restauran Jepang favoritnya. Tapi karena jauh sekali, Ocha menolak
mentah-mentah.
"Maaf,
ya, baru sempet cerita." jawab Rika dengan wajah tak enak hati. "Abisnya
gue takut dikira pamer."
"Nggak
bakalan lah, Ri. Dan kalo dari dulu tahu kan gue ke sini terus. Tapi dapet
diskon, kan?" Lalu Ocha tertawa jahil.
Kim
hanya mendengarkan Rika dan Ocha sambil memakan makanan kesukaannya, Kim juga
terlihat sangat menikmati hangatnya kotatsu. Kotatsu adalah meja pendek berkaki
empat yang dilapisi oleh futon atau kain tebal. Kebanyakan kotatsu dilengkapi
dengan pemanas listrik. Kalau di Jepang, kotatsu menjadi benda favorit saat
musim dingin.
Di
lantai satu restauran Rika, terdapat satu ruangan yang hanya dapat diisi untuk
16 meja makan kotatsu. Untuk ruang makan utama, Rika sengaja mengatur agar
tempat itu bergaya modern. Berbeda dengan ruangan kotatsu tadi yang desainnya
dibuat bergaya retro.
Sebenarnya
mau ruangan yang manapun tak berbeda. Suhu udaranya sama-sama dibuat dingin dan
sejuk. Mengetahui ada tempat makan senyaman ini, sepertinya Kim akan pindah
langganan. Letaknya pun tak begitu jauh dari sekolah.
"Enak,
Kim?" tanya Rachel dengan gaya khasnya.
Kim
mengangguk pertanda 'Ya'. Kim benar-benar menikmati semua hidangan di atas
mejanya. Di kotatsu mereka, ada dua panci yang berisi Shabu Shabu dan Oden.
Juga beberapa makanan lainnya yang disajikan Rika sebagai bentuk promosi terhadap
sahabat-sahabatnya itu.
Berbeda
dengan Ocha yang lebih meyukai Shabu Shabu, Kim ternyata lebih tertarik dengan
Oden. Padahal sebelumnya makanan ini bukan favoritnya. Oden terdiri dari
bahan-bahan yang direbus, antara lain katsuobushi, kombu dan kecap asin. Di
resto Rika, terdapat lobak, konnyaku, telur rebus, dan chikuwa.
Untuk
menu Shabu Shabu, restauran Rika menghidangkan daging sapi, daging ayam dan
ikan kakap yang diiris tipis, lalu sayur-sayuran, tahu, atau kuzukiri yang
tentunya dimakan bersama saus yang mengandung wijen.
Disamping
terhanyut pada kenyamanan dan kenikmatan makan siang mereka berempat, mereka
tak lupa untuk bergosip-ria. Obrolannya pun tak jauh-jauh dari persoalan
sekolah mereka.
Saat
ini Rika juga sudah mulai terbuka pada ketiga sahabatnya itu tentang dirinya,
keluarganya dan seseorang yang selalu ada di hatinya. "Jadi, intinya cowok
itu ngilang?" tanya Kim sehabis Rika bercerita panjang lebar.
"Bisa
dibilang begitu." jawab Rika sambil menunduk. Kemudian ia tersenyum dan
mengatakan,
"Tapi
nanti juga pasti ketemu dia di pernikahan Carla."
"Gue
nggak yakin dia hadir, Ri." sela Rachel. "Kalo David kenal Rere dan
Rere juga kenal deket sama Andreas, itu artinya mereka bertiga punya hubungan
khusus. Dan untuk persoalan lo yang tadi bilang kalo David ngelarang lo
berhubungan sama Rere, artinya ada perselisihan diantara mereka. Kemungkinan
Rere bakal ngehindarin acara itu. Lebih tepatnya, Rere pasti ngehindar dari
David."
Penjelasan
Rachel memang panjang sekali. Tapi masuk akal juga. Meski sempat patah semangat,
Rika tetap yakin kalau akan bertemu dengan Rere. "Dia pasti ada di
sana." Rika berkata dengan suara yang hampir putus asa. Seperti ingin
menangis.
Ocha
dan Kim yang melihat itu langsung berhenti mengunyah dan cepat-cepat mengeluarkan
tissue dari kotaknya.
***
Hari
ini tanggal 5 Juni. Dua hari lagi menjelang pernikahan Carla. Rika terus
berharap agar keinginannya terwujud di hari itu. Dua hari sebelum pernikahan
itu, David juga sudah menyiapkan outfit yang akan ia kenakan nanti. Baginya
pernikahan Andreas sangat spesial. Meski Rika tak pernah kenal dengan kakak
kelasnya itu, Rika merasakan kalau David dan Andreas sudah seperti keluarga.
Malam
itu Rika melihat David duduk sendirian di ruang tengah. Tak ada Franz, membuat
rumah semakin sepi. David terlihat sedang menonton televisi. Tapi... acara
sepak bola? Sejak kapan David suka bola?
"Kak?"
Benar
dugaan Rika. David sedang melamun. Buktinya David tak menyadari kedatangannya.
Setelah Rika menepuk pundak David, David baru tersadar.
"Rika! Ngagetin gue aja!" seru David.
"Rika! Ngagetin gue aja!" seru David.
Rika
lalu tertawa. "Lagian ngelamun... Eh... Itu apa?" Rika tak sengaja
melihat binder kuning yang ada dipangkuan David. Rika mencoba untuk merebut
benda itu karena dia penasaran dengan isinya.
"Eitttsss!"
David ternyata tahu maksud Rika dan berhasil menjauhkan binder itu dari tangan
Rika. "Ini benda pusaka gue. Lo nggak boleh pegang-pegang. Oke adikku yang
manis?"
Sebenarnya Rika penasaran. Tapi David kan juga punya privacy, Rika jadi tak bisa marah. Setelah mengatakan kalimat tadi, David masuk ke dalam kamar.
Sebenarnya Rika penasaran. Tapi David kan juga punya privacy, Rika jadi tak bisa marah. Setelah mengatakan kalimat tadi, David masuk ke dalam kamar.
Dasar David.
Kerjaannya cuma bikin orang penasaran,
batin Rika.
***
Hari
yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Inilah penentuannya. Dari pagi-pagi buta Rika
sudah bangun dan bersiap-siap. Dia juga sudah mempersiapkan pertanyaan yang
akan ia tanyakan pada Rere kalau bertemu.
Pertama
dia akan bertanya siapa Rere, apa hubungannya dengan David, lalu yang
terpenting adalah... Rika akan menanyakan bagaimana perasaan Rere pada dirinya.
Rika benar-benar telah siap dengan segala yang akan terjadi. Kalau seandainya
perasaan Rere tak seperti perasaannya, dia tak akan menyerah. Biar saja kalau
dia dikatakan keras kepala.
Saat
sedang senyum-senyum di depan kaca, David masuk ke kamarnya. "Mau sampe kapan
lo berdiri di situ? Lokasi acaranya jauh lho." David membuat Rika salah
tingkah.
"Iya
iya. Ini gue udah selesai kok dandannya."
"Dandan?
Bukannya lo tadi ngomong sendiri di depan kaca?" David tertawa geli
sekali. Pipi Rika jadi benar-benar merah.
Rika
bergumam, "Sejak kapan, sih, David
nongol di depan pintu? Nyebelin!"
Tak
lama setelah itu, mereka berdua langsung berangkat menuju Lembang, Bandung.
Karena lokasinya jauh, David tak menggunakan motor kesayangannya. Mereka berdua
harus pergi dengan mobil.
Perjalanan
terasa lama sekali. Kemacetan tak bisa dihindari di hari weekend ini. Untung
saja David sudah memperkirakan ini, jadi pilihannya untuk berangkat pagi adalah
yang terbaik.
Setelah sampai di lokasi, Rika langsung terpesona dengan dekorasinya. Resepsi pernikahan Carla bertema 'Pesta Kebun'. Modern dan indah tentunya.
Setelah sampai di lokasi, Rika langsung terpesona dengan dekorasinya. Resepsi pernikahan Carla bertema 'Pesta Kebun'. Modern dan indah tentunya.
Meskipun
yang diundang hanya sahabat-sahabat dan keluarga dekat, ternyata yang hadir
lumayan banyak juga. Dari sekian banyak tamu undangan, Rika cukup sulit
memperhatikan setian orang yang ada disana.
"Nyariin
dia?" tanya David telak. David tersenyum pada adiknya. "Nggak mungkin
dia nggak hadir. Jadi, lo pasti bakal ketemu dia. Tunggu aja."
"DAVIIIIID!!!"
Seseorang
berteriak dari jauh. David yang mendengar itu langsung menyahut dan berlari
mendekati si pemanggil. "Hoy! Udah lama lo di sini?"
"Lumayan.
Lo ke sini sama siapa? Pacar?" Cowok berjas hitam yang rambutnya disisir
kebelakang itu memperhatikan cewek yang terus bersama David. Setelah cewek itu
mendekat, dia baru sadar kalau dia pernah bertemu dengannya. Dia pun langsung
bertanya pada Rika. "Kok kayaknya kita pernah ketemu, ya?"
Rika
memang pelupa. Tapi ia tak mungkin dengan mudah melupakan wajah orang-orang
yang pernah ditemuinya. "Siapa, ya?"
"Ah!
Gue inget!" Cowok keren itu ternyata mengingat betul nama Rika. "Lo
Rika kan? Gue nggak tau kalo lo pacarnya David."
Rika
masih belum sadar. Karena beberapa kali Rika berkenalan dengan cowok asing yang
dikenali oleh Ocha. Cowok yang mana, ya?
Pikir Rika.
David
langsung menyahut, "Ini adik gue, bro."
"Oh."
Cowok itu sempat terdiam. "Sejak kapan lo punya adik segede gini?"
"Haha.
Ya, sejak bokap gue nikah lagi lah!" Setelah itu David memperkenalkan Rika
pada cowok itu, dan sebaliknya juga, "Nah, Nic ini Rika. Rika ini
Nico."
Nico? Nico siapa?
Nico yang... Astaga!!!!! Cowok ini kan temennya Rere! Rika membulatkan matanya seakan tak percaya.
"Lo Nico temennya Rere?"
"Betul
sekali." jawab Nico dengan nada ceria. Sesaat ia senyum-senyum sampai
akhirnya seseorang terlihat di kejauhan. "Nah itu Rere!"
David
dan Rika mengikuti arah pandang Nico. Rika sangat gembira. Dan rasanya ingin
berlari secepat mungkin. Baru melangkah sedikit, Nico mengucapkan kata-kata yang
hampir membuat Rika nyaris jatuh menginjak batu.
"Cie
ilah David. Ketemu cinta pertama."
"Nico!!!"
David melototi Nico.
Rika
benar-benar muak dengan semua ini. "Kalian berdua, tolong jelasin! Apa
hubungan kalian sama Rere? Siapa Rere sebenernya? Kenapa... Kenapa Lo bilang
Rere cinta pertama David? Kak, udah. Cukup. Jangan bikin aku penasaran
lagi." Dengan pipi yang bergelinangan air mata, dia menatap Nico dan David
secara bergantian.
Rika
menangis sesenggukan. Make-upnya hancur berantakan. Begitu juga dengan hati dan
perasaannya.
Nico
kini jadi bingung harus bagaimana. Ia tak tahu apa yang terjadi, tapi ia yakin
kalau sepertinya dia telah mengatakan hal yang salah. Begitu juga dengan David.
David sangat marah mendengar ucapan Nico. Tapi meskipun dia sangat ingin
menghajar wajah Nico, dia menahan keinginannya itu.
Akhirnya
Nico maupun David tak ada yang membuka suara. Tapi cewek yang ada dihadapannya
ini terlihat begitu menyedihkan. Suaranya yang pilu membuat rasa sakit tak
tertahankan diantara keduanya.
"Aku
mohon. Kalian jangan diem aja. Jelasin ke aku. Selengkap-lengkapnya!"
Tak
tega melihat Rika menangis, Nico mencoba menenangkan Rika dan berjanji akan
menjelaskan kalau Rika sudah berhenti menangis. David masih terlihat diam saja.
Ia menunduk dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan.
"Rika.
Sebenernya gue, David, Andreas dan Rere itu sahabat dari SMP." Sebelum
melanjutkan, Nico menghela napas panjang. "Saat itu kita bener-bener kayak
keluarga. Sampai akhirnya..."
Nico
terdiam sejenak. Rika tak sabar menunggu kelanjutannya. "Nic!"
"Sampai akhirnya... David bilang kalo dia..."
"Sampai akhirnya... David bilang kalo dia..."
Belum
sempat melanjutkan kata-katanya, David memotong ucapan Nico. "Rika... Rere
adalah orang yang pertama kali bener-bener gue suka. Yang gue yakinin kalo dia
itu cinta pertama gue. Dengan segala hal yang ada didirinya, membuat gue
mati-matian ngejar dia. Tapi sebaliknya, itu justru ngebuat dia mati-matian
juga ngejauh dari gue. Sampe akhirnya kita bener-bener jauh. Sampe... akhirnya
bikin gue putus asa ngejar dia. Seharusnya gue bahagia karena harapan gue untuk
ketemu dia jadi kenyataan. Sayangnya..."
"Apa
kak? Jangan setengah-setengah!" seru Rika tak sabar sambil menahan tangis.
"Sayangnya
kita ketemu lagi dalam kondisi yang berbeda. Dengan kenyataan yang nggak pernah
gue duga-duga, berkali-kali gue ngeyakinin kalo ini cuma mimpi. Tapi inilah
kenyataannya. Rere nggak akan bisa nerima gue."
"Kenapa?"
tanya Rika dengan suara yang sudah serak.
"Karena
dia nggak mungkin suka sama gue."
Nico yang berdiri diantara mereka hanya menjadi pendengar yang baik. Lebih baik bagi dirinya untuk memperhatikan situasi saja.
Nico yang berdiri diantara mereka hanya menjadi pendengar yang baik. Lebih baik bagi dirinya untuk memperhatikan situasi saja.
"Tapi...
berarti Rere itu gay?"
Pertanyaan
Rika membuat David dan Nico menoleh ke arah Rika secara bersamaan. Sulit
rasanya bagi kedua cowok itu menjawab pertanyaan Rika. David dan Nico jadi
saling tatap menatap berharap diantara keduanya ada yang bersedia menjawab
pertanyaan Rika.
Sekali
lagi Rika bertanya. "Rere gay?" kali ini suaranya semakin pelan. Tapi
terdengar dingin.
Terpaksa.
Nico menjawab pertanyaan Rika dengan membuang wajahnya. Dia tak ingin melihat
ekspresi wajah Rika setelah ini. "Rere atau Reno cuma panggilan kita
sebagai sahabat. Nama aslinya adalah Renata. Dia cewek. Lebih tepatnya dia
cewek dengan jiwa seorang cowok. Dia butchy. Dia cewek yang berada di dalam
tubuh yang salah."
Lemas.
Keterangan tersebut tentunya membuat Rika kehilangan seluruh tenaganya. Ia tak
mampu berkata apa-apa lagi. Penjelasan yang sangat lengkap itu tak hanya
membuatnya terkejut. Tapi juga membuatnya serasa terlempar dan terbentur
dinding batu dengan keras. Rika pingsan tak sadarkan diri.
(Klik
disini untuk part berikutnya)