Minggu, 03 Februari 2013

Could I Call It Love? #6



6
Speechless




(Klik disini untuk part sebelumnya)




"Ri, kok lo baru bilang sih punya resto sendiri?" tanya Ocha yang sedang makan dengan lahapnya.

Hari ini Rika mengajak Ocha, Kim dan Rachel makan siang di restauran miliknya. Pagi-pagi sebelum bel masuk berbunyi, Kim ngotot meminta ditemani makan siang ke restauran Jepang favoritnya. Tapi karena jauh sekali, Ocha menolak mentah-mentah.

"Maaf, ya, baru sempet cerita." jawab Rika dengan wajah tak enak hati. "Abisnya gue takut dikira pamer."

"Nggak bakalan lah, Ri. Dan kalo dari dulu tahu kan gue ke sini terus. Tapi dapet diskon, kan?" Lalu Ocha tertawa jahil.

Kim hanya mendengarkan Rika dan Ocha sambil memakan makanan kesukaannya, Kim juga terlihat sangat menikmati hangatnya kotatsu. Kotatsu adalah meja pendek berkaki empat yang dilapisi oleh futon atau kain tebal. Kebanyakan kotatsu dilengkapi dengan pemanas listrik. Kalau di Jepang, kotatsu menjadi benda favorit saat musim dingin.

Di lantai satu restauran Rika, terdapat satu ruangan yang hanya dapat diisi untuk 16 meja makan kotatsu. Untuk ruang makan utama, Rika sengaja mengatur agar tempat itu bergaya modern. Berbeda dengan ruangan kotatsu tadi yang desainnya dibuat bergaya retro.

Sebenarnya mau ruangan yang manapun tak berbeda. Suhu udaranya sama-sama dibuat dingin dan sejuk. Mengetahui ada tempat makan senyaman ini, sepertinya Kim akan pindah langganan. Letaknya pun tak begitu jauh dari sekolah.

"Enak, Kim?" tanya Rachel dengan gaya khasnya.

Kim mengangguk pertanda 'Ya'. Kim benar-benar menikmati semua hidangan di atas mejanya. Di kotatsu mereka, ada dua panci yang berisi Shabu Shabu dan Oden. Juga beberapa makanan lainnya yang disajikan Rika sebagai bentuk promosi terhadap sahabat-sahabatnya itu.

Berbeda dengan Ocha yang lebih meyukai Shabu Shabu, Kim ternyata lebih tertarik dengan Oden. Padahal sebelumnya makanan ini bukan favoritnya. Oden terdiri dari bahan-bahan yang direbus, antara lain katsuobushi, kombu dan kecap asin. Di resto Rika, terdapat lobak, konnyaku, telur rebus, dan chikuwa.

Untuk menu Shabu Shabu, restauran Rika menghidangkan daging sapi, daging ayam dan ikan kakap yang diiris tipis, lalu sayur-sayuran, tahu, atau kuzukiri yang tentunya dimakan bersama saus yang mengandung wijen.

Disamping terhanyut pada kenyamanan dan kenikmatan makan siang mereka berempat, mereka tak lupa untuk bergosip-ria. Obrolannya pun tak jauh-jauh dari persoalan sekolah mereka.

Saat ini Rika juga sudah mulai terbuka pada ketiga sahabatnya itu tentang dirinya, keluarganya dan seseorang yang selalu ada di hatinya. "Jadi, intinya cowok itu ngilang?" tanya Kim sehabis Rika bercerita panjang lebar.

"Bisa dibilang begitu." jawab Rika sambil menunduk. Kemudian ia tersenyum dan mengatakan,

"Tapi nanti juga pasti ketemu dia di pernikahan Carla."

"Gue nggak yakin dia hadir, Ri." sela Rachel. "Kalo David kenal Rere dan Rere juga kenal deket sama Andreas, itu artinya mereka bertiga punya hubungan khusus. Dan untuk persoalan lo yang tadi bilang kalo David ngelarang lo berhubungan sama Rere, artinya ada perselisihan diantara mereka. Kemungkinan Rere bakal ngehindarin acara itu. Lebih tepatnya, Rere pasti ngehindar dari David."

Penjelasan Rachel memang panjang sekali. Tapi masuk akal juga. Meski sempat patah semangat, Rika tetap yakin kalau akan bertemu dengan Rere. "Dia pasti ada di sana." Rika berkata dengan suara yang hampir putus asa. Seperti ingin menangis.

Ocha dan Kim yang melihat itu langsung berhenti mengunyah dan cepat-cepat mengeluarkan tissue dari kotaknya.

***

Hari ini tanggal 5 Juni. Dua hari lagi menjelang pernikahan Carla. Rika terus berharap agar keinginannya terwujud di hari itu. Dua hari sebelum pernikahan itu, David juga sudah menyiapkan outfit yang akan ia kenakan nanti. Baginya pernikahan Andreas sangat spesial. Meski Rika tak pernah kenal dengan kakak kelasnya itu, Rika merasakan kalau David dan Andreas sudah seperti keluarga.

Malam itu Rika melihat David duduk sendirian di ruang tengah. Tak ada Franz, membuat rumah semakin sepi. David terlihat sedang menonton televisi. Tapi... acara sepak bola? Sejak kapan David suka bola?

"Kak?"

Benar dugaan Rika. David sedang melamun. Buktinya David tak menyadari kedatangannya. Setelah Rika menepuk pundak David, David baru tersadar.
"Rika! Ngagetin gue aja!" seru David.

Rika lalu tertawa. "Lagian ngelamun... Eh... Itu apa?" Rika tak sengaja melihat binder kuning yang ada dipangkuan David. Rika mencoba untuk merebut benda itu karena dia penasaran dengan isinya.

"Eitttsss!" David ternyata tahu maksud Rika dan berhasil menjauhkan binder itu dari tangan Rika. "Ini benda pusaka gue. Lo nggak boleh pegang-pegang. Oke adikku yang manis?"
Sebenarnya Rika penasaran. Tapi David kan juga punya privacy, Rika jadi tak bisa marah. Setelah mengatakan kalimat tadi, David masuk ke dalam kamar.

Dasar David. Kerjaannya cuma bikin orang penasaran, batin Rika.

***

Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Inilah penentuannya. Dari pagi-pagi buta Rika sudah bangun dan bersiap-siap. Dia juga sudah mempersiapkan pertanyaan yang akan ia tanyakan pada Rere kalau bertemu.

Pertama dia akan bertanya siapa Rere, apa hubungannya dengan David, lalu yang terpenting adalah... Rika akan menanyakan bagaimana perasaan Rere pada dirinya. Rika benar-benar telah siap dengan segala yang akan terjadi. Kalau seandainya perasaan Rere tak seperti perasaannya, dia tak akan menyerah. Biar saja kalau dia dikatakan keras kepala.

Saat sedang senyum-senyum di depan kaca, David masuk ke kamarnya. "Mau sampe kapan lo berdiri di situ? Lokasi acaranya jauh lho." David membuat Rika salah tingkah.

"Iya iya. Ini gue udah selesai kok dandannya."

"Dandan? Bukannya lo tadi ngomong sendiri di depan kaca?" David tertawa geli sekali. Pipi Rika jadi benar-benar merah.

Rika bergumam, "Sejak kapan, sih, David nongol di depan pintu? Nyebelin!"

Tak lama setelah itu, mereka berdua langsung berangkat menuju Lembang, Bandung. Karena lokasinya jauh, David tak menggunakan motor kesayangannya. Mereka berdua harus pergi dengan mobil.

Perjalanan terasa lama sekali. Kemacetan tak bisa dihindari di hari weekend ini. Untung saja David sudah memperkirakan ini, jadi pilihannya untuk berangkat pagi adalah yang terbaik.
Setelah sampai di lokasi, Rika langsung terpesona dengan dekorasinya. Resepsi pernikahan Carla bertema 'Pesta Kebun'. Modern dan indah tentunya.

Meskipun yang diundang hanya sahabat-sahabat dan keluarga dekat, ternyata yang hadir lumayan banyak juga. Dari sekian banyak tamu undangan, Rika cukup sulit memperhatikan setian orang yang ada disana.

"Nyariin dia?" tanya David telak. David tersenyum pada adiknya. "Nggak mungkin dia nggak hadir. Jadi, lo pasti bakal ketemu dia. Tunggu aja."

"DAVIIIIID!!!"

Seseorang berteriak dari jauh. David yang mendengar itu langsung menyahut dan berlari mendekati si pemanggil. "Hoy! Udah lama lo di sini?"

"Lumayan. Lo ke sini sama siapa? Pacar?" Cowok berjas hitam yang rambutnya disisir kebelakang itu memperhatikan cewek yang terus bersama David. Setelah cewek itu mendekat, dia baru sadar kalau dia pernah bertemu dengannya. Dia pun langsung bertanya pada Rika. "Kok kayaknya kita pernah ketemu, ya?"

Rika memang pelupa. Tapi ia tak mungkin dengan mudah melupakan wajah orang-orang yang pernah ditemuinya. "Siapa, ya?"

"Ah! Gue inget!" Cowok keren itu ternyata mengingat betul nama Rika. "Lo Rika kan? Gue nggak tau kalo lo pacarnya David."

Rika masih belum sadar. Karena beberapa kali Rika berkenalan dengan cowok asing yang dikenali oleh Ocha. Cowok yang mana, ya? Pikir Rika.

David langsung menyahut, "Ini adik gue, bro."

"Oh." Cowok itu sempat terdiam. "Sejak kapan lo punya adik segede gini?"

"Haha. Ya, sejak bokap gue nikah lagi lah!" Setelah itu David memperkenalkan Rika pada cowok itu, dan sebaliknya juga, "Nah, Nic ini Rika. Rika ini Nico."

Nico? Nico siapa? Nico yang... Astaga!!!!! Cowok ini kan temennya Rere! Rika membulatkan matanya seakan tak percaya. "Lo Nico temennya Rere?"

"Betul sekali." jawab Nico dengan nada ceria. Sesaat ia senyum-senyum sampai akhirnya seseorang terlihat di kejauhan. "Nah itu Rere!"

David dan Rika mengikuti arah pandang Nico. Rika sangat gembira. Dan rasanya ingin berlari secepat mungkin. Baru melangkah sedikit, Nico mengucapkan kata-kata yang hampir membuat Rika nyaris jatuh menginjak batu.

"Cie ilah David. Ketemu cinta pertama."

"Nico!!!" David melototi Nico.

Rika benar-benar muak dengan semua ini. "Kalian berdua, tolong jelasin! Apa hubungan kalian sama Rere? Siapa Rere sebenernya? Kenapa... Kenapa Lo bilang Rere cinta pertama David? Kak, udah. Cukup. Jangan bikin aku penasaran lagi." Dengan pipi yang bergelinangan air mata, dia menatap Nico dan David secara bergantian.

Rika menangis sesenggukan. Make-upnya hancur berantakan. Begitu juga dengan hati dan perasaannya.

Nico kini jadi bingung harus bagaimana. Ia tak tahu apa yang terjadi, tapi ia yakin kalau sepertinya dia telah mengatakan hal yang salah. Begitu juga dengan David. David sangat marah mendengar ucapan Nico. Tapi meskipun dia sangat ingin menghajar wajah Nico, dia menahan keinginannya itu.

Akhirnya Nico maupun David tak ada yang membuka suara. Tapi cewek yang ada dihadapannya ini terlihat begitu menyedihkan. Suaranya yang pilu membuat rasa sakit tak tertahankan diantara keduanya.

"Aku mohon. Kalian jangan diem aja. Jelasin ke aku. Selengkap-lengkapnya­!"

Tak tega melihat Rika menangis, Nico mencoba menenangkan Rika dan berjanji akan menjelaskan kalau Rika sudah berhenti menangis. David masih terlihat diam saja. Ia menunduk dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan.

"Rika. Sebenernya gue, David, Andreas dan Rere itu sahabat dari SMP." Sebelum melanjutkan, Nico menghela napas panjang. "Saat itu kita bener-bener kayak keluarga. Sampai akhirnya..."

Nico terdiam sejenak. Rika tak sabar menunggu kelanjutannya. "Nic!"
"Sampai akhirnya... David bilang kalo dia..."

Belum sempat melanjutkan kata-katanya, David memotong ucapan Nico. "Rika... Rere adalah orang yang pertama kali bener-bener gue suka. Yang gue yakinin kalo dia itu cinta pertama gue. Dengan segala hal yang ada didirinya, membuat gue mati-matian ngejar dia. Tapi sebaliknya, itu justru ngebuat dia mati-matian juga ngejauh dari gue. Sampe akhirnya kita bener-bener jauh. Sampe... akhirnya bikin gue putus asa ngejar dia. Seharusnya gue bahagia karena harapan gue untuk ketemu dia jadi kenyataan. Sayangnya..."

"Apa kak? Jangan setengah-setengah!" seru Rika tak sabar sambil menahan tangis.

"Sayangnya kita ketemu lagi dalam kondisi yang berbeda. Dengan kenyataan yang nggak pernah gue duga-duga, berkali-kali gue ngeyakinin kalo ini cuma mimpi. Tapi inilah kenyataannya. Rere nggak akan bisa nerima gue."

"Kenapa?" tanya Rika dengan suara yang sudah serak.

"Karena dia nggak mungkin suka sama gue."
Nico yang berdiri diantara mereka hanya menjadi pendengar yang baik. Lebih baik bagi dirinya untuk memperhatikan situasi saja.

"Tapi... berarti Rere itu gay?"

Pertanyaan Rika membuat David dan Nico menoleh ke arah Rika secara bersamaan. Sulit rasanya bagi kedua cowok itu menjawab pertanyaan Rika. David dan Nico jadi saling tatap menatap berharap diantara keduanya ada yang bersedia menjawab pertanyaan Rika.

Sekali lagi Rika bertanya. "Rere gay?" kali ini suaranya semakin pelan. Tapi terdengar dingin.

Terpaksa. Nico menjawab pertanyaan Rika dengan membuang wajahnya. Dia tak ingin melihat ekspresi wajah Rika setelah ini. "Rere atau Reno cuma panggilan kita sebagai sahabat. Nama aslinya adalah Renata. Dia cewek. Lebih tepatnya dia cewek dengan jiwa seorang cowok. Dia butchy. Dia cewek yang berada di dalam tubuh yang salah."

Lemas. Keterangan tersebut tentunya membuat Rika kehilangan seluruh tenaganya. Ia tak mampu berkata apa-apa lagi. Penjelasan yang sangat lengkap itu tak hanya membuatnya terkejut. Tapi juga membuatnya serasa terlempar dan terbentur dinding batu dengan keras. Rika pingsan tak sadarkan diri.


(Klik disini untuk part berikutnya)