Selasa, 05 Februari 2013

Could I Call It Love? #8



8
Today Was A Fairytale




(Klik disini untuk part sebelumnya)


"Pa, kok tumben Sabtu masuk?" ucap Rika saat mereka sedang sarapan.

Setelah meneguk air putih, Franz menjawab. "Kantor papa lagi ada kerjasama sama perusahaan lain secara besar-besaran. Doain papa ya supaya rencana kami lancar." Franz mencium kening Rika lalu dengan terburu-buru dia keluar rumah.

Rika langsung mengejarnya ketika Franz lupa membawa tas kerjanya. Sambil tertawa Rika berkata, "Papa payah! Tas aja sampe kelupaan."

"Papa kan udah tua, Ri. Udah ya. Papa berangkat. Bangunin David. Suruh makan terus jangan lupa dia yang kebagian tugas nyuci piring. Dadah."

Franz terlihat buru-buru sekali. Padahal masih jam 7. Dari depan pintu rumah Rika memperhatikan Franz yang mulai melajukan mobilnya keluar pintu gerbang dan perlahan menghilang. Setelah benar-benar pergi, Rika beranjak dari tempatnya berdiri dan menutup pintu gerbang. Saat dia dengan susah payah menutup pagar, dia dikagetkan oleh seseorang yang sedang cengar-cengir di depan rumahnya. Rere!?

"Pagi, Sayang." sapanya dengan ceria.

"Ih! Kamu ngapain ke sini? Kok nggak bilang-bilang?"

"Aku mau ngajak lari pagi. Nih liat." Rere mengarahkan telunjuknya ke bawah, ke arah sepasang sepatu sport versi cowok. "Ayo sana kamu pake sepatu. Aku tunggu di sini."

"Nggak usah mandi?"

"Nggak usah. Cuci muka aja sana."

"Ya udah. Tunggu ya."

Kemudian Rika segera berlari masuk ke dalam rumah. Dengan cepat dia sikat gigi, cuci muka dan berganti pakaian. Dia juga tak lupa membangunkan David dan memberitahukannya kalau dia akan lari pagi dengan Rere.

***

Larinya Rere begitu cepat. Kalah jauh dengan Rika yang memiliki kaki yang bisa dikatakan lumayan pendek. Padahal Rere sudah memelankan laju larinya. "Kamu lelet! Ayo lari. Masa mau duduk terus." Dasar Rere. Niat banget ngajakin lari. Padahal Rika awalnya berpikir kalau mereka keluar pagi-pagi untuk jalan-jalan biasa. Ternyata benar-benar jogging.

Hari Sabtu di pagi ini Rere membawa motornya ke sebuah taman di Jakarta. Lumayan terkenal. Namanya adalah Taman Suropati yang awalnya bernama Burgemeester Bisschopplein. Taman ini biasa dijadikan tempat orang-orang untuk lari pagi saat weekend tiba.

"Ah. Aku capek. Duduk dulu, ah."

"Payah, nih. Oh iya, kamu tunggu di sini sebentar. Aku tadi liat sesuatu di pinggir taman ini."

"Iya." ucap Rika seraya menganggukkan kepalanya.

Setelah beberapa lama, Rere kembali. Rika menyipitkan matanya melihat apa yang Rere genggam ditangannya. Apa yang dia bawa?

"Kamu beli apa?" tanya Rika pada Rere yang datang membawa kantung plastik hitam sebanyak tiga buah. "Banyak banget."

Rere tertawa. "Aku beli nasi uduk, gorengan, air mineral. Sama kopi juga, sih. Tapi nanti kopinya dianter ke sini."

"Beli nasi uduknya satu doang?"

Rere mengerucutkan bibirnya. "Bukannya kamu udah makan?"

"Aku kan mau makan lagi." ucapnya dengan nada merengek manja. Sebenarnya dia memang sudah sarapan. Hanya saja setelah lari-lari tadi, dia jadi lapar kembali.

Rere membuka bungkusan nasi uduknya. "Wah! Isinya banyak, nih. Kita makan berdua aja, ya?"
Cewek yang ada dihadapannya menatap bingung Rere. "Nggak mau rugi amat, nih, kamu." Lalu Rika mengintip nasi uduk yang Rere beli. Ternyata memang banyak sekali. Kalau segini, sih, bisa untuk bertiga, pikirnya.

"Jelas aja banyak." Rere menjulurkan lidahnya. "Aku mesennya dua porsi. Aku yakin kamu bakalan kepengen. Hehe"

"Huh! Dasar."

Rika dan Rere kemudian duduk berhadapan dengan nasi uduk yang ada di tengah-tengah mereka. Rere kadang sesekali menyuapi Rika. Tapi hanya sesekali saat tak ada pengunjung lain yang melintas. Ternyata Rere pemalu juga kalau menjadi pusat perhatian.

Seraya menanti satu suapan masuk ke mulutnya, mata Rika jelalatan kesana-sini melihat keindahan taman yang baru dia kunjungi. Dia tak sadar kalau masih ada tempat untuk refreshing di tengah-tengah kota yang padat nan berpolusi tinggi ini. Rika juga baru sadar kalau banyak burung yang berterbangan dengan bebas di sini. Anak-anak kecil yang Rika lihat dengan gembira memberi makan roti pada beberapa burung merpati.

Rere tiba-tiba berkata, "Kalo liat burung aku jadi pengen ketawa." Rere benar-benar membuktikan perkataannya. Dia tertawa geli sekali. Dia teringat kembali akan pertemuan pertamanya dengan Rika.

"Kamu jahat, ah. Masih diinget aja."

Rere lalu mengacak-acak rambut Rika. Lalu mengeluarkan handphone keluaran terbaru miliknya dan mengambil foto Rika yang rambutnya masih berantakkan. Rika mengambek dan mencubiti tangan Rere sampai merah-merah dan meninggalkan bekas cakaran di kulit putih Rere.

Sehabis makan nasi uduk, Rere membuka plastik gorengannya. Rere kemudian berdiri sambil memegang satu ubi di tangan kanannya. Rika hanya memperhatikan pacarnya yang bergerak mendekati anak-anak kecil yang sedang bermain di kerumunan burung-burung merpati.

Ketika mengetahui apa yang pacarnya lakukan, Rika lalu tertawa. Bagaimana tidak tertawa. Rere membuat burung-burung diantara anak-anak kecil itu terbang tak beraturan. Rere mencoba memberi makan burung dengan ubi yang dia pegang. Ada-ada saja tingkah Rere. Burung merpati mana suka diberikan makan ubi yang terbungkus tepung itu.

Anak-anak disekitar mereka jadi ikut menertawakan Rere. Rere yang sebal lalu mendekati salah satu anak dan mengangkatnya. "Dasar anak nakal. Gua lempar nih sampe ke Jepang." Tetapi tenang saja. Rere hanya bercanda. Dia berniat akan ikut bermain dengan anak-anak itu.

"Kak, cewek yang duduk sambil minum kopi itu pacar kakak, ya?" tanya anak kecil berbaju merah pada Rere.

"Jelas dong. Cantik, kan?!" ucap Rere dengan bangga. Rika yang mendengar hanya senyum-senyum. Lalu kejadian berikutnya membuat perutnya semakin geli.

Rere memetik daun tak berbunga beserta tangkainya yang ada disekitar dia berdiri, kemudian menyuruh salah satu anak memberikan itu pada Rika. Sebelum anak itu beranjak, Rere membisikkan sesuatu padanya.

Begitu berjalan sekitar 10 langkah, anak itu bicara pada Rika. "Kak Rika. Kata Kak Rere ini sebagai tanda cinta. Kak Rere cinta banget sama kakak. Tapi Kak Rere nggak punya bunga. Nemunya daun itu doang." Anak kecil itu menyerahkan tangkai kecil berdaun pada Rika sambil tertawa. Lalu sekarang gantian Rika yang membisiki anak kecil itu.

"Apa kata dia?" tanya Rere saat anak bertopi hitam itu mendekat ke arahnya.

"Katanya dia, dia juga cinta kakak. Cieeeeeeeeeee..." Tak hanya anak kecil bertopi hitam itu yang meledek Rere. Anak-anak yang lain juga ikut meledek Rere.

Selanjutnya, mereka semua bermain ular naga panjang. Rere dan Rika berperan sebagai 'gerbang' dengan berdiri berhadapan dan saling berpegangan tangan di atas kepala. Permainan tradisional ini sangat menyenangkan.

Beruntung sekali Rere mengajak Rika ke tempat ini. Hari ini benar-benar membahagiakan bagi Rika. Dongeng versinya tidak kalah indah dengan dongeng Cinderella ataupun Puteri Salju. Keindahan di pagi hari dihias dengan kenyaman sarapan nasi uduk dan gorengan, lalu bermain ular naga panjang bersama anak-anak kecil yang ada di Taman Suropati.



(Klik disini untuk part berikutnya)