8
Today Was A Fairytale
(Klik
disini untuk part sebelumnya)
"Pa,
kok tumben Sabtu masuk?" ucap Rika saat mereka sedang sarapan.
Setelah
meneguk air putih, Franz menjawab. "Kantor papa lagi ada kerjasama sama
perusahaan lain secara besar-besaran. Doain papa ya supaya rencana kami
lancar." Franz mencium kening Rika lalu dengan terburu-buru dia keluar
rumah.
Rika
langsung mengejarnya ketika Franz lupa membawa tas kerjanya. Sambil tertawa
Rika berkata, "Papa payah! Tas aja sampe kelupaan."
"Papa
kan udah tua, Ri. Udah ya. Papa berangkat. Bangunin David. Suruh makan terus
jangan lupa dia yang kebagian tugas nyuci piring. Dadah."
Franz
terlihat buru-buru sekali. Padahal masih jam 7. Dari depan pintu rumah Rika
memperhatikan Franz yang mulai melajukan mobilnya keluar pintu gerbang dan
perlahan menghilang. Setelah benar-benar pergi, Rika beranjak dari tempatnya
berdiri dan menutup pintu gerbang. Saat dia dengan susah payah menutup pagar, dia
dikagetkan oleh seseorang yang sedang cengar-cengir di depan rumahnya. Rere!?
"Pagi,
Sayang." sapanya dengan ceria.
"Ih!
Kamu ngapain ke sini? Kok nggak bilang-bilang?"
"Aku
mau ngajak lari pagi. Nih liat." Rere mengarahkan telunjuknya ke bawah, ke
arah sepasang sepatu sport versi cowok. "Ayo sana kamu pake sepatu. Aku
tunggu di sini."
"Nggak
usah mandi?"
"Nggak
usah. Cuci muka aja sana."
"Ya
udah. Tunggu ya."
Kemudian
Rika segera berlari masuk ke dalam rumah. Dengan cepat dia sikat gigi, cuci muka
dan berganti pakaian. Dia juga tak lupa membangunkan David dan
memberitahukannya kalau dia akan lari pagi dengan Rere.
***
Larinya
Rere begitu cepat. Kalah jauh dengan Rika yang memiliki kaki yang bisa
dikatakan lumayan pendek. Padahal Rere sudah memelankan laju larinya.
"Kamu lelet! Ayo lari. Masa mau duduk terus." Dasar Rere. Niat banget
ngajakin lari. Padahal Rika awalnya berpikir kalau mereka keluar pagi-pagi
untuk jalan-jalan biasa. Ternyata benar-benar jogging.
Hari
Sabtu di pagi ini Rere membawa motornya ke sebuah taman di Jakarta. Lumayan
terkenal. Namanya adalah Taman Suropati yang awalnya bernama Burgemeester
Bisschopplein. Taman ini biasa dijadikan tempat orang-orang untuk lari pagi
saat weekend tiba.
"Ah.
Aku capek. Duduk dulu, ah."
"Payah,
nih. Oh iya, kamu tunggu di sini sebentar. Aku tadi liat sesuatu di pinggir
taman ini."
"Iya."
ucap Rika seraya menganggukkan kepalanya.
Setelah
beberapa lama, Rere kembali. Rika menyipitkan matanya melihat apa yang Rere
genggam ditangannya. Apa yang dia bawa?
"Kamu
beli apa?" tanya Rika pada Rere yang datang membawa kantung plastik hitam
sebanyak tiga buah. "Banyak banget."
Rere
tertawa. "Aku beli nasi uduk, gorengan, air mineral. Sama kopi juga, sih.
Tapi nanti kopinya dianter ke sini."
"Beli
nasi uduknya satu doang?"
Rere
mengerucutkan bibirnya. "Bukannya kamu udah makan?"
"Aku
kan mau makan lagi." ucapnya dengan nada merengek manja. Sebenarnya dia
memang sudah sarapan. Hanya saja setelah lari-lari tadi, dia jadi lapar
kembali.
Rere
membuka bungkusan nasi uduknya. "Wah! Isinya banyak, nih. Kita makan
berdua aja, ya?"
Cewek yang ada dihadapannya menatap bingung Rere. "Nggak mau rugi amat, nih, kamu." Lalu Rika mengintip nasi uduk yang Rere beli. Ternyata memang banyak sekali. Kalau segini, sih, bisa untuk bertiga, pikirnya.
Cewek yang ada dihadapannya menatap bingung Rere. "Nggak mau rugi amat, nih, kamu." Lalu Rika mengintip nasi uduk yang Rere beli. Ternyata memang banyak sekali. Kalau segini, sih, bisa untuk bertiga, pikirnya.
"Jelas
aja banyak." Rere menjulurkan lidahnya. "Aku mesennya dua porsi. Aku
yakin kamu bakalan kepengen. Hehe"
"Huh!
Dasar."
Rika
dan Rere kemudian duduk berhadapan dengan nasi uduk yang ada di tengah-tengah
mereka. Rere kadang sesekali menyuapi Rika. Tapi hanya sesekali saat tak ada
pengunjung lain yang melintas. Ternyata Rere pemalu juga kalau menjadi pusat
perhatian.
Seraya
menanti satu suapan masuk ke mulutnya, mata Rika jelalatan kesana-sini melihat
keindahan taman yang baru dia kunjungi. Dia tak sadar kalau masih ada tempat
untuk refreshing di tengah-tengah kota yang padat nan berpolusi tinggi ini.
Rika juga baru sadar kalau banyak burung yang berterbangan dengan bebas di
sini. Anak-anak kecil yang Rika lihat dengan gembira memberi makan roti pada
beberapa burung merpati.
Rere
tiba-tiba berkata, "Kalo liat burung aku jadi pengen ketawa." Rere
benar-benar membuktikan perkataannya. Dia tertawa geli sekali. Dia teringat
kembali akan pertemuan pertamanya dengan Rika.
"Kamu
jahat, ah. Masih diinget aja."
Rere
lalu mengacak-acak rambut Rika. Lalu mengeluarkan handphone keluaran terbaru
miliknya dan mengambil foto Rika yang rambutnya masih berantakkan. Rika
mengambek dan mencubiti tangan Rere sampai merah-merah dan meninggalkan bekas
cakaran di kulit putih Rere.
Sehabis
makan nasi uduk, Rere membuka plastik gorengannya. Rere kemudian berdiri sambil
memegang satu ubi di tangan kanannya. Rika hanya memperhatikan pacarnya yang
bergerak mendekati anak-anak kecil yang sedang bermain di kerumunan
burung-burung merpati.
Ketika
mengetahui apa yang pacarnya lakukan, Rika lalu tertawa. Bagaimana tidak
tertawa. Rere membuat burung-burung diantara anak-anak kecil itu terbang tak
beraturan. Rere mencoba memberi makan burung dengan ubi yang dia pegang.
Ada-ada saja tingkah Rere. Burung merpati mana suka diberikan makan ubi yang
terbungkus tepung itu.
Anak-anak
disekitar mereka jadi ikut menertawakan Rere. Rere yang sebal lalu mendekati
salah satu anak dan mengangkatnya. "Dasar anak nakal. Gua lempar nih sampe
ke Jepang." Tetapi tenang saja. Rere hanya bercanda. Dia berniat akan ikut
bermain dengan anak-anak itu.
"Kak,
cewek yang duduk sambil minum kopi itu pacar kakak, ya?" tanya anak kecil
berbaju merah pada Rere.
"Jelas
dong. Cantik, kan?!" ucap Rere dengan bangga. Rika yang mendengar hanya
senyum-senyum. Lalu kejadian berikutnya membuat perutnya semakin geli.
Rere
memetik daun tak berbunga beserta tangkainya yang ada disekitar dia berdiri,
kemudian menyuruh salah satu anak memberikan itu pada Rika. Sebelum anak itu
beranjak, Rere membisikkan sesuatu padanya.
Begitu
berjalan sekitar 10 langkah, anak itu bicara pada Rika. "Kak Rika. Kata
Kak Rere ini sebagai tanda cinta. Kak Rere cinta banget sama kakak. Tapi Kak
Rere nggak punya bunga. Nemunya daun itu doang." Anak kecil itu
menyerahkan tangkai kecil berdaun pada Rika sambil tertawa. Lalu sekarang
gantian Rika yang membisiki anak kecil itu.
"Apa
kata dia?" tanya Rere saat anak bertopi hitam itu mendekat ke arahnya.
"Katanya
dia, dia juga cinta kakak. Cieeeeeeeeeee..." Tak hanya anak kecil bertopi
hitam itu yang meledek Rere. Anak-anak yang lain juga ikut meledek Rere.
Selanjutnya,
mereka semua bermain ular naga panjang. Rere dan Rika berperan sebagai
'gerbang' dengan berdiri berhadapan dan saling berpegangan tangan di atas
kepala. Permainan tradisional ini sangat menyenangkan.
Beruntung
sekali Rere mengajak Rika ke tempat ini. Hari ini benar-benar membahagiakan
bagi Rika. Dongeng versinya tidak kalah indah dengan dongeng Cinderella ataupun
Puteri Salju. Keindahan di pagi hari dihias dengan kenyaman sarapan nasi uduk
dan gorengan, lalu bermain ular naga panjang bersama anak-anak kecil yang ada
di Taman Suropati.
(Klik
disini untuk part berikutnya)