Senin, 04 Februari 2013

Could I Call It Love? #7


7
Bad Romance




(Klik disini untuk part sebelumnya)




            Kini dia menunggu seseorang di depannya ini membuka mata. Menanti sampai cewek itu terbangun, lalu dia akan menyelesaikan semuanya. Rere tak pernah berniat berbohong pada Rika, pada David, juga pada siapapun. Dia hanya tak bisa dengan mudah menceritakan rahasia yang dia jaga sejak kecil.
           
            Rere, yang bernama asli Renata itu sebenarnya adalah gadis cantik berpostur tinggi dan tegap. Dia memiliki jari-jari tangan dan kaki yang besar dan panjang. Oleh karena itu, ketika dia memotong habis rambutnya, dia benar-benar terlihat seperti cowok 100%.

            Dari kecil Rere terbiasa hidup dengan lingkungan yang kebanyakan dikelilingi oleh laki-laki. Apa yang menjadi kesukaannya, hal yang sering dilakukannya, perilaku dan gaya hidupnya, dipengaruhi oleh ayah dan orang-orang sekelilingnya.

            "Rika?" ucap Rere pelan ketika ia melihat cewek itu mencoba membuka mata. "Lo udah sadar?"
Sepertinya Rika masih pusing dan kesadarannya belum pulih seluruhnya. Tapi inilah saatnya bagi dia untuk meminta Rere menjelaskan bagian-bagian yang masih rampung.

            "Re, kamu..."

            "Seperti yang lo denger dari David dan Nico. Ucapan mereka bener. Gue minta maaf nggak bilang dari awal. Gue juga minta maaf karena udah bikin lo kecewa."

            Dengan tubuh yang masih terlentang di atas tempat tidur, Rika menggapai telapak tangan Rere yang tak sampai satu meter jaraknya dari jari jemarinya. "Re, kamu nggak salah. Cuma akunya aja yang bodoh. Suka kamu padahal baru dua kali ketemu."

            "Seharusnya hari itu kita nggak ketemu, Ri." Rere tampaknya sedih mengingat dirinya membuat orang lain jatuh cinta padanya tanpa tahu kebenaran yang ada.

            Rika menggenggam tangan Rere dengan erat, meskipun masih lemas. "Ketemu atau nggak hari itu, aku yakin kita akan tetep ketemu. Dan mungkin pada akhirnya akan tetap sama."
            "Maksudnya, Ri?"

            "Hmmm..." Rika mencoba duduk dan bersandar. Dengan malu-malu dia menatap Rere. "Aku suka kamu, Re. Meski aku udah tahu kamu itu sebenernya cewek, aku tetep suka. Aku cuma pengen selalu dideket kamu setiap waktu."

            Setelah mendengar itu Rere langsung memeluk Rika. Dengan erat. Rikapun pun membalas pelukan itu. Keduanya terlihat bahagia, meski ada orang yang tak senang. Seseorang itu kini sedang berdiri di depan kaca besar ruangan itu.

            David, cowok itu sedang melihat pemandangan menyakitkan dari balik kaca. Sekali lagi dirinya merasakan patah hati. Penantiannya selama bertahun-tahun harus berakhir semenyedihkan ini. Sebenarnya bisa saja dia mendapatkan cewek yang lebih dari Rere. Tapi Rere adalah yang pertama. Yang selalu ada pikirannya. Dan sepertinya hal ini juga yang sedang dirasakan adiknya, Rika.

            "Vid. Ade lo lesbian sekarang." ucap seseorang yang tiba-tiba muncul di sebelah David. Dia juga ikut mengintip dari balik kaca. Kemudian dia menatap lurus David. "Lo ngerti kan sekarang, kenapa waktu SMP gue bilang kalo lo nggak akan pernah bersatu sama Rere?"

            David langsung melangkahkan kaki untuk pergi. Jalannya lunglai tanpa semangat. Dia tak tahu kenapa dirinya tak rela dengan takdir yang serumit ini. "Gue ke tempat Andreas dulu."

***

            Dengan cahaya lampu-lampu taman yang bergemelapan, membuat suasana resepsi lebih indah saat malam hari dibandingkan siang hari. Rika terkagum-kagum saat keluar dari villa itu.
Saat Rika hendak menyalami Carla, Carla lah yang lebih dahulu mendekatinya. Carla tersenyum manis dalam balutan make up yang sempurna. Ini pertama kalinya Carla bersikap baik pada Rika. "Makasih, ya, Ri."

            "Sama-sama, Car. Langgeng, ya." Setelah bercipika-cipiki, Rika kembali mencari Rere yang sejak tadi sudah menunggunya duduk di dekat air mancur villa besar itu.

            Begitu menemukan Rere, Rika duduk di sebelahnya dengan riang. Mereka mengobrol sambil menikmati indahnya Lembang di malam hari. Suasana yang sejuk dengan angin yang bertiup lembut, membuat keduanya seakan melupakan segalanya.

            "Nih, buat kamu." Rere memberikan gelas berisi susu hangat.

            Rika jadi ingin tertawa. Bukan karena Rere yang memberinya susu di acara pernikahan, tapi dengan kata yang baru saja dia ucapkan. "Coba ulang tadi kamu ngomong apa?"

            "Eh? Aku salah ngomong emang?" Rere jadi salah tingkah.

            "Ini pertama kalinya kamu ngomong 'Aku-Kamu'! Haha."

            "Udah ah jangan ngeledek. Oh iya, tadi nggak ngobrol dulu sama Carla?"

            "Nggak." Kemudian ada yang terlintas dalam benaknya. "Ngomong-ngomong, kamu kan lagi ngehindar dari aku. Tapi kenapa kamu dateng ke pernikahan Andreas? Kamu kan pasti udah tahu kalau ada David. Bahkan kemungkinan kamu udah tahu kalo aku bakal ikut juga."

            "Iya. Emang aku udah tau. Sebenernya kalo bisa sih aku nggak mau dateng."

            "Terus kenapa ada di sini?"

            "Karena kita udah terikat tali benang merah." Rere tertawa jahil.

            "Ih seriuuuuusss."

            Rere menoleh ke arah lain. Ke arah rerumputan yang terkena pantulan cahaya lampu taman. "Aku harus datang ke acara pernikahan adik aku."

            "Adik? Carla? Carla itu adik kamu?"

            "Iya." Rere mendengus tertawa. "Dunia sempit, ya."

            Rika mengangguk tanda menyetujui.

***

            Hari-hari menyulitkan telah terlewati. Tapi ujian kenaikkan kelas yang baru dimulai juga tak bisa dianggap remeh. Rika dan seluruh anak-anak sekolahnya belajar dengan giat.
Sampai akhirnya di hari ketiga ujian.

            "Hari ini mata ujiannya bikin mual." kata Ocha yang sedang menatap buku Matematika dan Fisika. "Ri, contekkin gue nanti!"

            Rika menyahuti. "Kalo masalah itung-itungan Mami Rachel kan jagonya."

            "Eh, apaan." Rachel jadi terhenti belajarnya. Memang sih dia pintar hitung-hitungan, tapi kalau Rika bicara begitu, dia kan jadi malu.

            Tak lama kemudian bel pun berbunyi. Ocha terlihat stress karena banyak materi yang dia tak mengerti meski Rika dan Rachel nyaris gila mengajarinya. Tapi Rika dan Rachel tetap sabar. Bukankah ini yang dinamakan teman?

            Mata ujian pertama adalah Matematika. Bagi Rachel yang sering juara umum dari SD, ujian Matematika ini sama sekali tak membebaninya. Meski mengerjakan soal dengan lancar, dia tak lupa dengan temannya sendiri yang kesusahan. Setiap pengawas lengah, Rachel melemparkan kunci jawaban ke Ocha, juga pada beberapa teman yang lain.

            Rika mengerjakan soal dengan tenang meski ada beberapa soal yang membuatnya sedikit pusing. Sambil menunggu Rachel selesai, dia iseng-iseng memperhatikan suasa kelas. Matanya langsung tertuju pada Carla yang duduk di depan nomor dua di sebelah kanan. Rika pikir sejak pernikahan itu, Carla jadi merubah sikap pada Rika. Ternyata tidak. Atau lebih tepatnya pura-pura seakan mereka tak pernah berbaikan karena dilain kesempatan, kadang Carla menyapanya dengan ramah.

            Rere pernah mengatakan kalau Carla hanya tinggal di Jakarta sampai minggu depan. Selanjutnya dia akan pindah ke New York bersama Andreas. Mereka berdua akan tinggal dengan orangtua Andreas di sana. Dan rencananya setelah anak Carla lahir, Carla akan melanjutkan sekolahnya lagi.

            Di samping itu Rika juga teringat perkataan Rere yang membuatnya mengerti kenapa dia bisa jadi seperti sekarang ini. Ternyata orang tua Rere bercerai dan Rere ikut bersama ayahnya, sedangkan Carla ikut ibunya. Ayah Rere diketahui memiliki kebiasaan buruk melakukan kekerasan pada istrinya. Hal sepele kadang-kadang bisa jadi sangat rumit. Dan dia melampiaskan itu pada ibu Rere.

            Saat umur Rere menginjak 5 tahun, ibunya kabur sambil membawa dirinya dan Carla. Tapi ayah Rere menemukan mereka dan memberikan janji-janji manis sehingga mereka mau kembali bersama lagi. Selalu seperti itu. Berkali-kali. Sampai akhirnya ibu Rere tak tahan lagi. Akhirnya mereka bercerai saat Rere duduk di kelas 5 SD. Saat tahu dirinya akan tinggal dengan ayahnya, Rere tak menolak. Baginya, selama dia masih berhubungan dengan ibu dan adiknya, dia bisa bernafas lega.

            "Waktu habis. Bapak akan mengambil kertas ujian kalian."

            Pengawas yang mengatakan itu lalu berdiri dari tempat duduknya dan berkeliling mengambil kertas ujian di kelas itu. Kim bersenandung dengan gembira karena hasil kerja kerasnya tidak sia-sia. Sedangkan Ocha meskipun tak bisa mengerjakan dengan baik, tapi contekkan dari Rachel sangat membantunya.

***

            Waktu berjalan begitu cepat. Kini memasuki minggu pertama liburan. Selama liburan, Rika selalu mengisinya dengan jalan bersama Rere. Sebenarnya tiga temannya penasaran ingin bertemu Rere, tapi Rika terus menunda-nunda. Meskipun teman-teman Rika sudah mengetahui hal yang sebenarnya, tapi Rika tetap saja takut kalau salah seorang diantara temannya ada yang meledek hubungannya.

            Seperti diketahui, hubungan Rika yang sebenarnya terlarang ini sangat dirahasiakan. Oleh karena itu, Rika tak ingin mengambil resiko dengan menggembar-gemborkan­ keberadaan pacarnya itu. Semakin hari, keduanya semakin terbuka. Mereka saling bercerita tentang diri mereka masing-masing. Tak ada lagi yang mereka sembunyikan.

            Ya. Biarpun kisah cinta Rika di jalur yang salah, tapi cinta tetaplah cinta. Mau sampai kapanpun cinta dipermasalahkan, yang namanya cinta, apapun tak akan menjadi halangan.



(Klik disini untuk part berikutnya)