Minggu, 10 Februari 2013

Could I Call It Love #16



16
Battlefield



(Klik disini untuk part sebelumnya)

David, cowok berdarah Jepang ini sama sekali tak menduga dengan kembalinya John, musuh lamanya yang seharusnya kini berada didalam penjara. Rere dan Nico juga baru tahu kalau John kabur dari penjara dan berniat akan melaporkan itu ke polisi. Tapi niatnya telah tercium oleh John. Dia telah mengambil langkah lebih dulu. John tahu keberadaan ayah David yang saat ini sedang sekarat dan John memanfaatkan itu sebagai cara memanfaatkan David, Rere dan Nico sehingga mereka bertiga bersama gengnya tak bisa berbuat apa-apa.

Secara licik, John selalu meminta uang pada David. Dengan ancaman, Franz akan segara dibunuh kalau David tak memberikan uang dengan jumlah yang dipinta John. Hampir satu bulan lamanya David dimanfaatkan. Tabungannya habis dan dia tak punya uang lagi. Dia tak mungkin menjual motor kesayangannya atau meminta uang pada Franz yang sedang sakit sekarang. Akhirnya dia meminta bantuan pada Rere. Rere lah yang akhirnya melanjutkan kegiatan David untuk memberikan uang pada John. Begitu Rere kehabisan uang, kini giliran Nico dan hampir semua anggota kebagian giliran, selalu berlanjut seperti itu hingga berbulan-bulan.

Kini Rere sudah tak tahan lagi. Seharusnya dia sudah sadar ini dari lama. Tapi satu ancaman membodohi dia dan semua orang-orang selama empat bulan ini.

"Kita semua tuh cuma dimanfaatin tau nggak!" Rere berdiri didekat tumpukkan batu besar. "Dia itu pasti jadi inceran polisi sekarang. Kalo dia sampe berani bunuh orang, dia pasti ketangkep lagi. Dan gue yakin dia udah tau resiko itu. Jadi dia cuma nakut-nakutin kita doang."

"Sial!" David dengan kasar menendang kaleng minuman yang ada didekatnya.

Sang ketua, Bram, langsung mengambil keputusan. Malam ini juga mereka akan mendatangi markas musuh mereka. Mereka harus menerima hal yang sewajarnya. "Ini saatnya kita yang bergerak! Go!"

***

Suasana malam hari yang sunyi dan dingin menambah hawa pembunuh semakin terasa. Memasuki daerah kekuasaan musuh membuat rasa akan berkelahi semakin meningkat. Dan akhirnya mereka sampai pada gedung tua yang telah dirubah fungsi menjadi tempat perkumpulan geng motor yang sering membuat masalah di Jakarta. Geng ini memiliki banyak anggota. Tidak sedikit dari mereka adalah siswa-siswa SMU. Berbeda dengan geng motor David yang mendirikan gengnya hanya sebagai komunitas pecinta motor, geng motor ini sangat kriminal.

Baru masuk ke dalam saja satu musuh sudah keluar. Lalu beberapa lagi menyeruak keluar dari dalam gedung. Mereka semua langsung berkelahi. Saling tonjok menonjok. Bahkan ada beberapa yang dengan curang menggunakan kayu dan besi. The New Black, nama geng David, sangat kalah jumlah. Tapi dibandingkan dengan bertarung melawan anak-anak ingusan, ini tak ada apa-apanya.

Rere, yang memakai kaus biru polos dalam medan perang ini, sudah babak belur sejak 15 menit berkelahi. Maklum saja, meskipun tubuhnya seimbang dengan anak-anak SMU yang masih labil itu, Rere bertubuh cewek. Tapi dia tak akan menyerah sebelum mereka semua dihabisi dan paling tidak mereka semua meminta ampun serta memberi tahukan keberadaan John.

John tidak ada di sana. Dan Rere yakin masih ada sisa anggota yang tidak berdiam di sini. Dan Nico mengiyakan. Lalu kemana mereka?

"Dimana John?!!!" Rere membentak seorang cowok yang sudah memar-memar dalam cengkramannya. "Kalo lo nggak bilang, gue bunuh lo sekarang! Gue nggak main-main!"

"I... Iya..." Anak cowok yang terlihat masih anak-anak itu akhirnya mengaku. "John cuma bilang dia mau nuntasin tugas terakhir. Dia cuma bilang pergi ke Menteng."

Mata Rere terbelalak dan akhirnya langsung mencari-cari David. Akhirnya dia menemukan David yang berada di bagian belakang gedung. Tidak! David sedang dikeroyok tiga orang sekaligus! Sungguh. Itu licik sekali. David masih berusaha melawan tapi sepertinya sulit baginya.

"Re!" Tiba-tiba Nico memanggilnya dengan nafas terengah-engah. "John ke Menteng! Lo harus ke sana! Gue yakin John menuju rumah David. John tahu kalo Rika lagi sendirian di rumah. John pergi kesana bertiga. Lo ke sana ama anak-anak. Bertiga juga."

"Tapi lo semua di sini gimana?"

"Lo tenang aja. Kita kalah jumlah nggak berarti akan kalah begitu aja." Nico mengatakan itu sambil menahan rasa sakit dihidung dan bibirnya. Rere bahkan melihat sesekali Nico mengelap darah yang menetes di bibir Nico. "Gue serahin yang di Menteng ke lo, Andre dan Bima. Jaga Rika, Re. Jangan biarin dia sampe kenapa-napa."

Rere tersenyum. "Oke. Gue berangkat sekarang. Tolong telepon polisi sekarang juga, ya? Bye!" Rere memeluk sahabatnya dengan erat. Kemudian pergi bersama dua orang berbadan besar anggota The New Black.

***

28 Agustus, menjadi malam yang dingin dan menyesakkan. Rika saat ini sedang menangis di dalam kamar Franz saat membereskan baju-baju Franz yang akan dia bawa ke rumah sakit. Franz akan dirawat lebih lama mungkin sampai berbulan-bulan.

Saat dia melamun di pinggir tempat tidur Franz, dia mendengar suara langkah-langkah kaki yang masuk ke dalam rumahnya. Rika yang mengira langkah kaki itu adalah milik David dan Rere segera menghapus air mata. Dan lalu keluar kamar untuk menyambut kedatangan mereka. Tapi Rika salah. Tiga orang yang ada dihadapannya adalah orang asing. Dan satu diantaranya, pernah Rika lihat di kolom besar dalam sebuah koran beberapa bulan lalu.

Rika tak akan pernah lupa dengan wajah cowok berkulit putih dengan mata sayu itu. Selain karena fotonya yang besar terpampang di koran, David saat itu dengan jelas mengatakan "Dia musuh gue. Dia pemakai dan pengedar narkoba, sering mencuri dan selain itu, dia pernah membunuh."

(Klik disini untuk part berikutnya)