11
I Love You
(Klik
disini untuk part sebelumnya)
Seperti
apa yang dikatakan Rachel, Rere keesokan harinya langsung menemui Rika.
Pagi-pagi buta Rere sudah nangkring didepan rumahnya. Padahal Rika baru diantar
pulang sekitar jam sebelas siang.
Begitu
Rika turun dari mobil Rachel, Rere berlari ke arahnya. Dia langsung meminta
maaf. Dan berjanji tidak akan kasar lagi padanya. Dia juga tidak lupa membawa
bunga sebagai tanda permintaan maaf. Awalnya Rika pikir yang dipegang Rere itu
bunga mawar. Tapi ternyata Rere memberikannya bunga tulip berwarna putih. Entah
berapa banyak biaya dan tenaga yang dia keluarkan untuk mencari bunga ini.
Tulip di daerahku sulit dicari dan harga pertangkainya sangatlah mahal. Tapi
bagi Rere, dia tidak ingin asal membeli. Sebelum membeli dia bertanya-tanya
pada pemilik toko bunga tentang arti dari setiap bunga.
"Aku
minta maaf soal tadi malem."
Rere
meminta maaf dengan tulus. Meski Rika kaget waktu Rere membentak dan membanting
handphonenya, tak ada alasan bagi Rika untuk tidak memaafkannya. Lalu Rika
menyuruh Rere untuk masuk ke dalam rumah. Hari Sabtu pasti ada Franz di rumah.
Mungkin hari ini juga adalah saatnya bagi Rika memperkenalkan pacar pertamanya
pada Franz. Tentunya dia akan merahasiakan identitas asli Rere.
Perkiraan
Rika salah. Begitu masuk ke dalam rumah yang ternyata dikunci, semua terlihat
gelap. Semuanya tak berubah seperti saat dia terakhir keluar dari rumah ini.
Itu artinya, ternyata Franz tidak pulang malam ini. Sekarang Rika langsung
mengingat sesuatu. Mungkin kemarin Franz meneleponnya tapi tak bisa dihubungi
karena nomornya tidak aktif. Secepat kilat Rika menekan tombol nomor handphone
Franz dengan telepon rumah.
Halo.."
sapa Franz yang terdengar lemas ditelepon begitu telepon itu diangkat.
"PAPAAAAA! Papa nggak pulang? Papa di mana?" Rika sangat mengkhawatirkan Franz saat ini.
"PAPAAAAA! Papa nggak pulang? Papa di mana?" Rika sangat mengkhawatirkan Franz saat ini.
"Kok
kamu panik?" Franz terkekeh dengan tingkah puterinya yang kadang
membuatnya gemas. "Papa di kantor. Udah dari lama kan Papa Sabtu masuk
terus. Kamu lupa?"
"Tapi
kenapa nggak pulang?"
"Papa
banyak kerjaan di kantor. Jadi Papa nginep di rumah temen Papa yang namanya Om
Ari itu, lho, Ri. Kan rumahnya deket kantor."
Rika
lega sekarang kalau ayahnya sedang bersama sahabat Papa. "Papa jangan
nyusahin Om Ari ya di sana." Ucap Rika sambil tertawa.
"Kamu
ngeledek? Eh, gimana kemaren makan-makannya? Sampe nginep segala."
"Biasa
aja, Pa. Hehe."
"Anak
Papa pasti ngerumpi sampe pagi, ya?" Rika tak sempat menjawab pertanyaan
Franz karena meski samar, Franz tengah dipanggil seseorang. Akhirnya Franz
menutup pembicaraan. "Ri, Papa ada tamu. Nanti Papa pulang jam 8 malam.
Daaah."
"Daaah,
Pa."
Rere
kini berada di depannya. Sedang membaui Rika yang baru saja meletakkan gagang
telepon. Lalu seberkas senyum menyungging di bibirnya. Tak lama dia tertawa.
"Kamu belom mandi, ya?!"
Rika
langsung menyambar kotak tissue yang ada didekatnya dan melemparkan benda itu
tepat mengenai dahi Rere. "Enak aja! Aku udah mandi tahu!"
"Iya.
Aku kan cuma becanda. Hehe. Eh jalan-jalan, yuk."
"Hah?"
Rika jadi ingat Taman Suropati yang waktu itu mereka kunjungi. "Mau
kemana?"
"Rahasia!
Ayo cepet siap-siap!"
***
Naik
motor bersama dengan Rere memang selalu terasa menyenangkan. Ke manapun Rere
membawa Rika, pastilah memberikan kesan yang tak terlupakan. Kali ini Rere
mengajak Rika ke daerah Barat kota Jakarta. Ya, meski sebenarnya masih di Jakarta Pusat. Motor Rere berhenti di sebuah gedung Walikota. Mau ngapain dia ngajak
kesini? Pikir Rika.
"Hey!
Kita ke sini. Bukan yang itu." Rere menunjuk bangunan yang ada di sebelah
gedung Walikota. Lalu dia memarkir motornya di dalam.
Rika
bertanya-tanya dalam hati. Tempat ini aneh. Sepertinya sudah tua dan tidak
terurus. Masuknya saja murah sekali. Tapi begitu ke dalam, entah bagaimana
menjelaskan perasaan itu, tempat ini sejuk. Angin berhembus dengan lembut. Nama
tempat ini adalah Museum Taman Prasasti. Atau biasa disebut sebagai Kuburan
Belanda.
Rika
melihat berkeliling sambil memperhatikan para pengunjung yang sedang
berfoto-foto di sana. "Rika! Senyum..." Begitu Rika menoleh pada
orang yang memanggil, dia baru sadar kalau dirinya sedang difoto oleh Rere.
Entah bagaimana ceritanya, Rika sama sekali tak sadar. Dia bahkan tak tahu
sejak kapan Rere mengeluarkan kameranya. Yang jelas, Rika mengamuk waktu
mengetahui kalau ternyata Rere sudah memotretnya berkali-kali tanpa
sepengetahuannya.
Tak
terasa kisah percintannya sudah satu bulan lebih. Kalau mengingat mereka bisa
seperti ini, rasanya seperti mimpi. Kadang Rika masih tak menyangka dia akan
bertemu cinta pertama yang tak pernah dia duga-duga. Dia masih tak menyangka
dia akan jatuh cinta pada seorang cewek yang hidup dalam tubuh yang salah. Tapi
cinta tetaplah cinta.
"Kok
bengong? Kenapa?"
Rere
membuyarkan lamunannya. "Nggak apa-apa. Cuma rasanya kepengen pulang
aja."
"Takut,
ya?" Dia tertawa. "Masa takut, sih. Ini kan udah jadi museum."
"Ih
bukang begitu. Ada..." Rika buru-buru mencari alasan yang pas. Kebetulan
sekali ada yang sedang shooting ditempat itu. Sepertinya mahasiswa-mahasiswa
itu sedang membuat film pendek. "Aku males ada yang lagi shooting. Nanti
aku ketangkep kamera lagi."
"Huuuuu!
Udah kayak penampakkan gitu, ya? Mereka juga males kali. Hehe."
Rika
dan Rere akhirnya beranjak pergi dari tempat itu. Tapi langkah mereka terhenti
setelah seorang pemain yang sedang shooting itu berteriak-teriak histeris.
Memekakkan telinga. Dialognya sangatlah menyayat hati. Dari yang Rika tangkap,
film tersebut mengisahkan tentang pasangan yang saling mencintai, tapi baru
diketahui kalau si cowok itu sakit kanker dan selalu menyembunyikan rahasia itu
dari si cewek. Tapi pada akhirnya si cowok meninggal di tempat, karena memang
penyakit yang dideritanya itu sudah lama dan sangat kritis.
"Udah
kita pulang aja, yuk." Ajak Rere ketika Rika masih berdiri menonton
bersama pengunjung lain.
"Tapi
aku mau tahu gimana akhirnya."
Dengan
tatapan penuh arti Rere berkata, "Semua kisah akan berakhir bahagia. Nggak
peduli seberapa banyak orang-orang yang tersayang pergi meninggalkan kita. Itu
karena, cinta akan selalu mendapatkan tempat di sini. Siapapun orang-orang
itu." Rere menunjuk dadanya sendiri.
Mungkin
inilah lebihnya berpacaran dengan sesama jenis. Sama-sama lebih mengerti dan
lebih memahami dengan penuh perasaan. Rika lalu menggandeng tangan Rere.
Merekapun pergi meninggalkan tempat itu. Sebelum motor dinyalakan, Rere sempat
membisikkan sesuatu di telinga Rika.
"I
love you." Tiga kata itu lalu membuatnya tersenyum bahagia.
(Klik
disini untuk part berikutnya)