Minggu, 10 Februari 2013

Could I Call It Love #18



Epilog



(Klik disini untuk part sebelumnya)

Januari 2013
Udara sore hari di kota Lembang memang sangat menyejukkan. Kini aku sedang berdiri di balkon villa sambil melihat pemandangan terlukis indah dihadapanku. Pegunungan dan kabut yang menyelimutinya, memberikan kesegaraan di kala penat. Aku kini sedang berlibur bersama suamiku. Mungkin saat ini dia sedang memasakkan sesuatu untukku. Aroma masakannya tercium sampai ke sini.

Tapi dia bilang hari ini akan jadi hari yang spesial bagi kami. Sayangnya dia tidak mau mengatakan apa-apa. Katanya ini kejutan, jadi cuma dia saja yang tahu. Oh iya, saat sedang menyendiri begini, aku selalu teringat tentang kehidupanku sebelum-sebelumnya. Tentang masa lalu dan segala kenanganku. Aku tak tahu bagaimana harus mengatakannya. Sulit rasanya merelakan seluruh memori itu hilang. Meskipun sangat menyakitkan.

Kehidupanku dipenuhi oleh cinta kasih orang tua, kakak dan sahabat-sahabatku. Juga tak lupa ayah kandungku. Hidup yang aku jalani di masa lalu adalah sebagai seorang lesbian. Aku mencintai seseorang bernama Renata. Aku bahkan tak pernah melupakan pertemuan pertama dengannya. Renata adalah cinta pertamaku, juga cinta pertama kakakku David.

Hari demi hari terlewati, bulan berganti bulan, tahun pun silih berganti. Makin menggoreskan banyak warna dalam kanvas kehidupanku. Sejak ayahku meninggal karena sakit, aku dan David tak pernah lepas dari bayang-bayangnya. Franz adalah ayah yang terbaik yang pernah kumiliki. Aku harap dengan sangat agar dia dan almarhum Mama bisa bertemu di Surga.

Kenangan yang tak kulupakan juga berasal dari Daniel, ayah kandungku. Entah kenapa, aku tak pernah bisa memanggilnya ayah. Dan kenyataannya memang aku tak akan pernah memanggilnya 'Ayah'. Setelah belasan tahun pergi, Daniel kembali dalam sosok yang tak pernah kuduga. Daniel telah merubah namanya menjadi Daniela dan sudah sejak lama menjalani kehidupannya sebagai transgender.

Lalu tentang seseorang yang selalu kutangisi, selalu kurindukan, selalu kupikirkan. Renata. Atas nyawa yang dia korbankan untukku, aku tak akan melupakannya. Takkan sekalipun. Bagaimanapun, aku masih mencintainya. Dan sampai saat ini, sampai detik ini aku menangis pilu ketika mengingat dirinya, mengingat bagaimana rasa cintanya padaku.

Para berandal yang dulu memperkosaku dan yang membunuh Renata langsung diringkus saat itu juga. Seandainya dulu David datang lebih awal, mungkin kenyataannya tak akan begini. Aku tak akan hamil anak rival kakakku dan Renata mungkin sekarang masih hidup. Tapi aku tak bisa menyalahkan David. Bagaimanapun dia telah bersusah payah datang menolong kami.

Oh David. Aku juga selalu sedih mengingat keadaan David yang memprihatinkan. Tapi setidaknya kondisinya semakin membaik. Setiap hari psikiater selalu ada di sampingnya. Daniela juga ikut menjaga David di rumah. Banyak kerabatku dan dia yang bertanya-tanya tentang kabar David. David baik-baik saja. Hanya saja jiwanya terganggu karena banyak hal. Aku tak mau mengatakan dia gila. Dia hanya terkena guncangan mental yang sangat menghancurkannya. Ayahnya meninggal karena sakit, aku hamil dan dia tak berhasil menyelamatkan nyawa Renata, cinta pertamanya.

Kini aku sadar kenapa dulu Renata mengatakan agar aku mencari Nico. Nico dulu berbohong kalau dirinya itu gay. Dia bercerita begitu agar bisa dekat denganku. Dan ternyata Nico mencintaiku, meski aku hanya mencintai Renata. Tapi selama waktu berputar, aku selalu belajar. Nico membantuku untuk mengenal arti keikhlasan.

Masa depanku kini bersama Nico. Aku melahirkan putera pertamaku pada bulan Agustus dua tahun lalu. Padahal bukan anak kandungnya, tapi Nico dengan tulus merawatnya. Saat ini, sekarang ini, aku sedang bulan madu kedua bersama Nico. Kami tak lama di Lembang. Daniela, puteraku dan David pasti sedang merindukan kami. Pada kanvas terakhirku terlukiskan indahnya arti sebuah do'a dan keikhlasan. Biarlah semua yang terjadi.

Hm... Aku sepertinya melamun sangat lama. Sampai tak sadar kalau Nico sedang berdiri di belakangku. Aku memergoki dia yang sudah ketahuan akan mengagetkanku.

"Huh. Gagal ngagetin. Lo katanya mau makan. Udah jadi tuh."

Aku selalu tersenyum dengan apa yang selalu Nico ucapkan. Dia tak pernah berubah. Tetap apa adanya, tetap memanggilku dengan sebutan 'gue-lo', dia tetap menjadi dirinya sendiri.

Dan inilah saat terakhir yang aku lakukan padanya. Aku menciumnya, tepat di bibirnya yang berkumis tipis. Lalu kami berciuman. Tapi... Ooooopssss... Kejutan datang mengagetkan kami.

"HUAAAAAAH!!! Porno aksi!!!" Ocha dan Kimberly tiba-tiba datang dari balik pintu. Disusul oleh Rachel dan... Carla?

"Kejutaaaaaaan!!!" seru Carla yang menggandeng jagoan kecilnya.

Rachel yang baru terlihat langsung memelukku dengan erat. Disusul oleh Ocha dan Kim. Lalu Carla menitipkan si kecil ke Nico dan ikut berpelukan.

Kami berlima saling melepaskan kerinduan. Lalu satu orang lagi muncul belakangan. "Yang cowok-cowok nggak boleh ikutan peluk-pelukan?" Andreas datang menyelonong masuk tanpa melepas sepatunya yang kotor.

Anak Carla langsung berseru. "Papa jorok!!"

Aku tertawa dalam hati. Hari ini terasa lengkap. Semua ada di sini. Aku harap David segera sembuh dan kumpul-kumpul seperti sekarang ini. Lalu Renata? Meski terbagi, cintaku masih tetap tersimpan untukmu.