Sabtu, 09 Februari 2013

Could I Call It Love #14



14
He Was Back



(Klik disini untuk part sebelumnya)


Seperti yang David ketahui selama ini, Kanker bukanlah penyakit yang main-main. Apalagi kanker itu bersarang di otak Franz. Belum lagi dengan kenyataan yang menegaskan kalau kankernya sudah stadium 3. Untuk kanker stadium lanjut tidak dapat disembuhkan secara total. Tapi masih banyak hal yang dapat dilakukan. Antara lain menghindari penyebaran sel kanker, mengurangi rasa sakit serta memperpanjang umur hidupnya.

Tak hanya David. Rika juga sangat terpukul. Seharusnya dia lebih memperhatikan Franz ketimbang pacar dan teman-temannya. Kini Rika berjanji akan selalu berada di rumah, menemani sang ayah atau menemaninya ke rumah sakit. Saat ini Franz disarankan untuk melanjutkan pengobatan di Singapura. Sebenarnya Franz sudah merencanakannya sejak lama. Awalnya dia ingin membohongi anak-anaknya dengan mengatakan kalau kepergiannya adalah tugas. Tapi kini kenyataannya telah terungkap. David hanya ingin Franz mendapatkan pelayanan dan hasil yang terbaik. Dia bahkan dengan tulus ingin menemani ayahnya ke Singapura. Tapi Franz melarangnya dengan keras.

Kebenaran yang sebenarnya adalah Franz sudah tahu kalau umurnya tak akan bertahan lama. Oleh karena itu, dia sangat bekerja keras agar mendapatkan penghasilan yang lebih banyak. Dia hanya tak ingin pergi meninggalkan dua anaknya hidup tanpa ada lagi yang membiayai. Juga untuk membayar biaya kuliah kedokteran David yang sangat mahal. Franz hanya takut jika dia meninggal sekarang, tabungannya tak cukup untuk membiayai David kuliah sampai dia lulus.

Dan pada akhir Juli, Franz berangkat menuju negara tetangga. David dan Rika tak ikut bersamanya. Mereka memberikan kepercayaan itu pada sahabat ayahnya, Om Ari. Om Ari berjanji akan menjaga Franz dengan baik di sana. Di bandara, sebelum berpisah Rika memeluk ayahnya lama sekali. Bahkan sampai berebutan dengan kakaknya. Franz terlihat bahagia melihat anak-anaknya. Franz berharap anak-anaknya bisa menjaga diri mereka dengan baik selama dirinya menjalani pengobatan di Singapura.

"Semoga Papa cepet sembuh." Ucap Rika saat memeluk Franz. "Aku sama David pasti jenguk Papa nanti kalo libur."

"Papa tunggu, ya." Ucap Franz sambil mengacak-acak rambut Rika. Lalu kini dia berdiri tegap dihadapan puteranya. Dia menepuk bahu David. "Jaga adik kamu. Papa berangkat dulu."

"Siap, Bos!"

***

"Kak, Papa pasti sembuh kan?" Tanya Rika ketika sudah sampai di rumah.

"Pasti." Tidak. David berbohong pada Rika. Dia tak bisa berkata yang sebenarnya. Kepergian Franz bukan untuk penyembuhan. Tapi melakukan sesuatu agar hidupnya bisa bertahan lebih lama.

"Kamu mau makan apa?"

"Hmmm. Apa ya?" Rika lalu menimbang-nimbang. Jujur, dia seharusnya membeli bahan makanan hari ini. Tapi dia lupa tadi tidak sekalian berbelanja. "Seinget aku kan nggak ada apa-apa di kulkas."

"Kita masak yang ada aja, deh, ya?"

"Oke."

***

Rumah Rika terasa sangat sepi sekarang ini. Meskipun sebelum-sebelumnya sudah sangat sepi, tapi kali ini terasa sekali sepinya. Sejak kepergian Franz ke Singapura, Rika jadi jarang keluar rumah. Kalau ingin pacaran, Rere lah yang datang ke rumahnya atau kadang menunggu Rere main ke sekolah dan makan bersama di kantin sekolah.

Sejak keberangkatan Franz juga, David dengan sengaja mematikan koneksi Wi-fi di rumahnya. David melakukan itu untuk mencegah Rika mencari tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan Kanker. Rika memang tak bertanya apa-apa karena dia hanya percaya dengan kata-kata Franz bahwa ayahnya akan segera sembuh. Saat ini, malam minggu yang entah keberapa kalinya Rere main ke rumah. Kali ini Rere tak datang sendiri. Dia membawa pasukannya. Ada Ocha, Kim dan Rachel. Seperti biasanya, dalam keadaan yang bagaimanapun, kalau mereka semua sudah bertemu pasti sangatlah berisik. Lebih-lebih dari pasar.

Malam ini Rere terlihat segar dan auranya terasa berbeda. Sejuk sekali kalau berdekatan dengannya. Rere selalu begini kalau habis keramas. Rasa segar dan dingin akan bertahan lama di tubuhnya. Saat sedang ramai-ramai bergosip, David pamit pergi keluar. Terlihat seberkas rasa takut dari wajahnya.

"Mau kemana?" Tanya Rika ketika David dengan kasar mengambil sepatu di rak sepatu yang tak jauh dari mereka duduk.

Setelah menghela nafas panjang dia menjawab, "Ada urusan sebentar. Oh iya, Re. Sini bentar gue mau ngomong." Kata David sambil menatap Rere.

"Kenapa?"

Rika tak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan. Tapi melihat wajah Rere yang ikutan kaget, Rika jadi khawatir. Ada apa lagi sekarang? Lalu David pergi meninggalkan rumah. Meninggalkan rasa heran pada Rika yang tak sempat menanyainya. Akhirnya dia berinisiatif bertanya pada Rere.

"David bilang apa sama kamu? Ada masalah?"

"Bukan masalah besar, kok. Cuma ada keributan kecil di anggota geng motor kita."

Padahal Rere bilang kalau cuma keributan kecil, tapi Rika tetaplah sangat khawatir dengan kata-kata 'geng motor' itu.

Dia hanya berharap David tak akan mendapatkan masalah.

***

Tiga bulan telah berlalu, Rika mendapatkan kabar dari Om Ari kalau keadaan Franz semakin membaik. Operasi sudah dijalani. Tinggal menunggu hasilnya dari dokter. Tapi Om Ari masih belum bisa mengetahui kapan mereka bisa pulang ke Jakarta. Sungguh, Rika ingin sekali menengok ke sana. Tapi dia sudah masuk dalam minggu-minggu berat penuh tugas dan ulangan karena sedikit lagi akan melaksanakan Ujian Nasional tahun depan.

Hingga hari itupun tiba. Tanggal 19 Desember, Franz kembali ke Jakarta bersama Om Ari. Sehari sebelum pulang, Franz mengatakan kalau dia akan memberikan kejutan untuk Rika. Rika jadi tidak sabar. Dia membayangkan beragam jenis barang lucu akan dibawakan Franz. Dan Doa Rikapun terkabul. Saat Franz keluar dari mobil, Franz membawa boneka beruang super besar untuk Rika. Dia juga tak lupa membelikan oleh-oleh untuk David. Tapi begitu David membuka kantung belanjanya, dia sadar.

"Pantes aja berat. Isinya buku-buku tentang kedokteran." Kata David kecewa. Padahal dia sedang ingin membaca komik baru.

Tapi daripada itu semua, Rika dan David sangat gembira melihat Franz kembali. Keadaannya pun terlihat sehat-sehat saja. Saat mereka bertiga saling bercengkerama, Om Ari dan seorang wanita cantik nan anggun keluar dari dalam mobil. "Ah, ini dia kejutan lain buat kamu Rika!" Seru Franz dengan gembira. Franz memegang kedua pundak wanita yang keluar dari mobil dihadapan Rika, Davi dan Om Ari. Rika langsung menatap Franz dengan bingung.

"Rika. Ini Daniela Joanne. Dulu kita pernah tinggal sama-sama waktu kamu masih bayi." Ucap wanita itu.

Rika masih mencerna kata-kata Franz dan wanita asing ini. "Daniela Joanne?" Mendengar dan menyebut nama itu Rika langsung teringat pada satu nama yang tak asing dalam hidupnya. Daniela Joanne? Daniel John? Astaga!

"Aaaaah! Daniel????" David lebih dulu tersadar. David saja hampir pingsan saking kagetnya, apalagi Rika. Tapi Rika yang sudah mengerti, langsung menangis dan lari ke kamarnya.

Rika hanya tak mau mengerti. Dia tak mau tahu. Tapi dia sudah tahu. Dia sudah melihatnya. Dia sudah mengerti. Yang ada di hadapannya tadi adalah ayah kandungnya yang telah lama menghilang. Yang bahkan tak sedikitpun Rika mengingat pernah bertemu dengannya. Tapi dibalik rasa kebencian selama bertahun-tahun karena mencampakkan dia dan ibunya, tersimpan rasa rindu bertemu yang amat sangat. Tapi dia hanya tak menginginkan pertemuan yang seperti ini. Dia tak ingin melihat Daniel yang seperti itu.

Tuhan. Katakan semua ini hanya mimpi. Kumohon. Dia tak mungkin Daniel. Katakan kalau dia bukan Daniel! Tuhan... Kenapa ayah kandungku berubah seperti itu? Kenapa Tuhan?


(Klik disini untuk part berikutnya)